PERGILAH, DAN PERBUATLAH DEMIKIAN!

Seorang remaja terlihat memborong sepuluh buku kepemimpinan. Saat berada di depan kasir seorang paman bertanya kepadanya, “Wah, sepertinya sangat tertarik dengan buku-buku kepemimpinan ya, Nak?” Remaja itu menjawab, “Saya mau membaca buku ini karena dua hari lagi akan ada pemilihan ketua OSIS dan saya menjadi kandidatnya. Saya membeli buku-buku ini agar saat orasi pemilihan saya bisa menjadi seorang pemimpin yang baik.” Sang Paman menanggapinya dengan senyuman dan berkata kepadanya, “Nak, menjadi seorang pemimpin yang baik tidak hanya dengan membaca buku. Membutuhkan proses untuk berlatih dan belajar.” Sambil mengangguk remaja itu merespon, “Hmm, begitu ya Pak.”

good_Samaritan

Membaca sepuluh buku tentang kepemimpinan tidak menjamin seseorang akan menjadi pemimpin yang baik. Membaca selesai Alkitab satu hari tidak menjamin seseorang akan menjadi kudus. Membaca Alkitab memerlukan kerinduan untuk memahami kasih Allah lewat Firman-Nya. Perlu ada tindakan aksi dan refleksi agar apa yang kita baca itu dapat mengubah hidup seseorang.

Seorang Ahli Taurat pada jaman Yesus pekerjaannya adalah menyalin kitab Taurat. Oleh karena itu seorang Ahli Taurat sangat mengerti isi dari keseluruhan hukum Taurat. Jadi saat seorang Ahli Taurat bertanya kepada Yesus, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Itu adalah hal yang sangat aneh. Pertanyaan itu untuk mencobai Yesus. Perdebatan muncul dalam percakapan mereka, sampai pada pertanyaan “Dan siapakah sesamaku manusia?” kata Ahli Taurat itu.  Yesus mengetahui pola pikir orang Yahudi yang beranggapan bahwa sesama adalah seseorang yang satu suku dengan mereka. Oleh karena itu Yesus sengaja memilih perumpamaan orang Samaria untuk menjelaskan siapakah sesama manusia itu.

Pada jaman Yesus, Israel pecah menjadi dua, Israel Utara dan Israel Selatan. Israel Utara memiliki pusat peribadatan di Gunung Gerizim dan mereka mengaku sebagai pemelihara tradisi kuno Israel. Orang Samaria berasal dari Israel Utara ini. Sedangkan Israel Selatan memiliki pusat peribadatan di Yerusalem. Ahli Taurat ada di sini. Kedua bangsa Israel Utara dan Israel Selatan saling bermusuhan satu sama lain. Orang Israel Utara menilai cara ibadah Israel Selatan menyalahi tradisi kuno Israel, sedangkan Israel Selatan menilai Israel Utara adalah bangsa yang najis karena melakukan kawin campur dengan bangsa lain yang bukan Yahudi.

Melihat situasi konflik yang ada pada saat itu Yesus secara tepat memilih perumpamaan tentang orang Samaria ini untuk menjawab pertanyaan tentang siapakah sesama. Dalam perumpamaan itu ada dua tokoh dari Israel Selatan yaitu, seorang Imam dan seorang Lewi. Imam bertugas memimpin ibadah di Bait Allah, Yerusalem. Sedangkan Lewi adalah bagian keluarga dari imam yang memiliki tugas mengurusi segala keperluan Bait Allah. Seorang Imam atau orang Lewi pasti menguasai isi dari hukum Taurat, tetapi keduanya sama-sama tidak melakukan aksi kasih dengan menolong orang yang telah dirampok dan dalam keadaan sekarat saat perjalanan turun dari Yerusalem ke Yeriko.

Sedangkan orang Samaria yang dianggap mereka musuh saat itu, malah menolong orang yang sekarat itu. Orang Samaria menaikan orang yang sekarat itu ke atas keledainya, membawanya ke penginapan, dan merawatnya. Dia mengorbankan tenaga, uang dan juga waktunya demi menolong orang yang tidak dikenalnya. Dia melakukan semua itu berdasarkan belas kasih. Orang Samaria itu telah merasakan posisi menjadi orang lain, yaitu orang yang sekarat itu. Sehingga dia mengerti hal apa yang harus dilakukan. Hal ini sangat kontras dengan Imam dan Lewi yang hanya melewati orang yang sekarat itu.

Yesus sangat cerdas, Dia menjawab pertanyaan tentang siapakah sesama dengan sangat tepat. Yesus menjawab dengan sebuah perumpamaan dan membuat Ahli Taurat menjawab pertanyaanNya, “Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia?” Ahli Taurat menjawab pertanyaan Yesus, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Siapakah dia? Dia adalah orang Samaria yang dianggap Ahli Taurat sebagai musuh. Yesus sangat cerdas dan bijak, karena berhasil membuat Ahli Taurat itu mengakui musuhnya sebagai sosok yang baik bahkan lebih baik dari apa yang diperbuat oleh orang sebangsanya dalam perumpamaan itu.

Yesus mengajarkan kita supaya mengasihi setiap musuh kita atau orang yang memusuhi kita. Itu menjawab pertanyaan Ahli Taurat tentang hidup yang kekal. Yesus mengakhiri percakapan dengan Ahli Taurat itu dengan mengatakan, “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” Ucapan Yesus ini juga berlaku untuk kita saat ini. Pergilah dan kasihilah musuhmu!

Posted in Uncategorized | Leave a comment

TERANG MENERANGI KEGELAPAN

Slide1

Pada saat menjalani Bina Kader II dalam proses kependetaan, kami para bakal calon pendeta ini sempat tinggal di hutan daerah Sikidang, Sukabumi selama 5 hari. Awalnya kami tidak tahu akan berapa lama kami berada di sana. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan diberikan modal terbatas untuk membeli barang-barang yang kami perlukan dan bahan makanan. Peristiwa yang masih saya ingat betul adalah ketika kelompok saya pada saat itu membeli senter, tapi lupa membeli baterainya. Alhasil, saat malam itu kami harus menuju tenda panitia kami kesulitan karena tidak ada cahaya sama sekali. Ditambah kondisi saat itu hujan baru saja berhenti mengguyur hutan. Maka saat berjalan kami sering kali terpeleset atau pun jatuh meski sudah bergandengan. Kami baru pertama kali datang ke tempat itu, belum kenal medan, kami sempat kuatir kalau-kalau kami tersesat. Kami tertolong saat melihat cahaya dari lampu tenda panitia, jadi kami bisa sampai di tempat tujuan tanpa tersesat.

Hidup di tengah kegelaman itu sangat tidak nyaman, kegelaman bisa membuat kita kuatir, cemas atau takut. Saat ini kita sudah berada di awal tahun 2016, rasa kuatir, cemas, atau takut bisa menyerang kita sewaktu-waktu saat segala sesuatu yang berada di depan sana tidak menentu, tidak pasti, gelap. Manusia membutuhkan terang dalam kehidupannya supaya bisa melihat dengan lebih jelas. Tema kita hari ini adalah Terang Menerangi Kegelapan, Sang Terang yang dimaksud adalah Sang Firman yang Hidup, yaitu Yesus Kristus.

Slide3

Pertama, Yesus adalah Firman Allah yang mencipta.

Allah mencipta dari yang tidak ada menjadi ada. Allah menciptakan isi dunia ini melalui FirmanNya. Kini Firman yang mencipta itu itu telah menjelma menjadi Manusia dalam rupa Yesus Kristus. Sampai hari ini Allah terus mencipta, termasuk saat kita terlahir di dunia ini. Allah Sang Pencipta itu tidak lagi jauh dari umat manusia tetapi dekat, dengan demikian kita tidak perlu takut menjalani hidup ini. Allah tentu senantiasa memelihara ciptaanNya. Allah akan menjadi penolong dalam hidup kita secara utuh.

Slide4

Kedua, Yesus sebagai terang dan hidup.

Terang senantiasa menghalau kegelapan, kegelapan tidak menguasainya. Salah satu sesi saat di hutan itu adalah soloing. Kami sekitar pukul sembilan malam dipanggil satu persatu, diberi bekal tenda terpal ukuran 1×2 meter, 2 tongkat, tali, alat memasak, alat makan, bahan makanan, korek api yang terbatas dan satu batang lilin. Mata kami di tutup dan dibawa ke sebuah tempat yang sudah ditentukan. Setelah sampai kami diminta untuk mendirikan tenda itu sendirian dan kami akan tidur di situ, ya di tengah hutan yang penuh dengan hewan dan serangga liar. Sebatang lilin yang menyala itu sangat menolong saya saat mendirikan tenda, dan saya harus menjaga nyalanya. Tenda selesai, namun masalah belum selesai. Untuk menunggu sampai jam lima pagi rasanya satu tahun karena tidak bisa tidur. Tapi, saat saya melihat sekitar jarak 20-30 meter ada cahaya lilin kecil, saya merasa tenang, dalam hati saya berkata, “Saya tidak sendirian, ada cahaya di sana, ada kehidupan di sana, ada teman saya di sana.”

Kegelapan itu tidak bisa menutupi hadirnyanya terang. Yang bisa menutupi terang adalah benda, kalau kita menutup lilin di ruangan gelap dengan panci baru ruangan itu menjadi gelap. Namun saat kita membawa lilin ke ruangan yang paling gelap sekalipun, terang akan menerangi yang gelap itu. Termasuk saat Yesus Kristus hadir dalam kehidupan kita, maka kegelapan yang membuat kita cemas, takut, kuatir akan dihalaunya menjadi kedamaian, ketenangan. Sehingga kita menjalani hidup dengan penuh pengharapan.

Slide5

Ketiga, Yesus terang dunia yang telah datang dan layak  dipercaya.

Jika penulis Injil Yohanes mengatakan bahwa “Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia,” berarti kita dapat mengasumsikan bahwa ada terang yang tidak sesungguhnya. Terang yang tidak sesungguhnya itu yang telah dianggap manusia sebagai penolong, namun ternyata bukan pertolongan yang dirasakan tetapi tekanan, kecemasan, dan kekuatiran. Misalkan soal uang, kita bekerja untuk mencari uang, yang memang dibutuhkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhkan hidup. Tetapi jika kita hidup hanya untuk mencari uang dan mengganggap uang itu sebagai jaminan hidup. Semakin banyak uang, banyak harta maka hidupnya akan terjamin. Uang menjadi nomor satu dan Tuhan dilupakan, sangat bisa dipastikan maka orang tersebut akan mudah jatuh dalam dosa untuk mendapatkan uang. Uang yang diperoleh dengan cara yang tidak benar di hadapan Tuhan apakah bisa diterima dengan damai? Jika kita menjadi anak-anak terang hal itu tentu membuat kita risau, tidak damai damai sama sekali. Sebagai anak-anak terang sudah semestinya kita mempercayai Yesus Kristus dengan sepenuh hidup kita. Berapa pun berkat Tuhan yang hadir dalam hidup kita dapat kita terima dengan penuh pengucapan syukur dan tentu mendatangkan damai sejahtera.

Slide6

Tuhan Yesus sekali-kali tidak akan pernah meninggalkan anak-anakNya. Dia akan selalu memperhatikan setiap anak-anakNya. Tidak perlu cemas, kuatir ataupun takut untuk menjalani hidup setahun ke depan, asalkan kita berjalan bersama dengan Sang Terang, yaitu Yesus Kristus Tuhan kita. Amin.

Slide7

Posted in Uncategorized | Leave a comment

MAKIN DIKASIHI OLEH ALLAH DAN MANUSIA

Bacaan Leksionari: 1 Samuel 2:18-20,26; Mazmur 148; Kolose 3:12-17; Lukas 2:41-52

Slide1

Pembukaan

Selamat Natal lahir dan batin bagi kita semua! Kenapa harus lahir dan batin? Kayak lebaran aja. Ya, nggak papa, boleh juga kok. Maksudnya kan memberikan ucapan selamat Natal bukan hanya sekedar formalitas di mulut saja, tapi kita sungguh-sungguh mengucapkannya karena kita sendiri telah merasakan sukacita Natal itu dan kita bagikan. Setuju nggak bapak ibu? Jadi kalau ketemu teman di gereja ucapannya apa? Selamat Natal lahir batin..hehehe

Minggu ini selain kita merayakan Natal juga memperingati hari ibu. Karena di depan saya banyak ibu-ibu dan oma-oma yang juga tergolong ibu-ibu saya mengucapakan selamat hari ibu. Jadi ibu itu tidak mudah loh, harus terbiasa dengan kata “ribet”. Mengandung itu ribet, biasanya jalan bisa cepat, karena mengandung jalannya tiplek-tiplek.

Slide2

Melahirkan juga ribet, apalagi jaman sekarang orang melahirkan di rumah sakit harus urus administrasi ini dan itu. Kalau dulu tinggal panggil bidan atau dukun beranak ke rumah beres. Sekarang untuk meahirkan di rumah sakit administrasinyanya begitu ribet dan tidak bisa sekedar ninggalin amplop ke dokternya. Bayarnya ke rumah sakit yang biayanya jutaan.

Waktu anaknya sudah lahir harus ribet ganti popok, menyusui bayinya siang malam, tengah malam bayinya bangun ikut bangun. Ribet! Harus rutin memeriksakan bayinya ke Posyandu (itu saya dulu) suntik ini itu, berat badan dikontrol, diajar untuk berjalan, diajar mengatakan mama papa. Ribet! Tetapi saya bersyukur setiap ibu pasti menikmati keribetan itu demi buah hatinya. Dia rela melakukan apapun demi buah hatinya agar dia bertumbuh dewasa. Termasuk Hana dan Maria yang kita baca kisahnya dalam bacaan leksionari kita hari ini.

Isi

Tentu sebagai seorang ibu Hana dan Maria juga mengalami bagaimana ribetnya menjadi seorang ibu. Tetapi yang menarik dari kisah ini adalah bagaimana Hana dan Maria mengasuh anak mereka tidak hanya sekedar biar lekas besar secara fisik, tetapi mereka juga mendidik anak-anak mereka secara spiritual.

Slide3

Pertama Hana,

Hana tidak hanya mendidik anaknya Samuel secara spiritual, lebih dari itu sejak kecil Hana telah menyerahkannya ke bait Allah sesuai nazarnya (janji) kepada Allah. Ini bukanlah perkara yang mudah karena pada saat itu Hana telah lama menantikan anak. Dalam 1 Samuel 1:6 dikatakan bahwa Tuhan telah menutup kandungannya. Tetapi karena kesungguhan doanya kepada Tuhan, ia berjanji; jika kelak memiliki seorang anak laki-laki maka dia akan menyerahkannya kepada Tuhan. Maka Tuhan membuka kandungannya dan mengandunglah Hana, lalu lahirlah Samuel.

Sesuai dengan nazarnya kepada Tuhan maka saat Samuel telah cerai susu atau disapih, Hana menyerahkannya ke Bait Allah. Dalam 1 Samuel 1:27-28 Hana berkata, “Untuk mendapatkan anak inilah aku berdoa, dan TUHAN telah memberikan kepadaku, apa yang kuminta daripadaNya. Maka aku pun menyerahkannya kepada TUHAN;seumur hidup terserahlah ia kiranya kepada Tuhan.” Hana menyerahkan anak itu sepenuhnya kepada Tuhan, apapun yang Tuhan mau terjadilah. Hana membawa Samuel untuk dididik secara rohani, supaya spiritualitasnya dibentuk di Bait Allah.

Ternyata Samuel kecil ini tumbuh menjadi pelayan Tuhan yang setia. Sekalipun masih anak-anak dia telah mengenakan pakaian imam. Hana ibunya rutin mengunjunginya setiap tahun dan membawakannya jubah yang dia buat sendiri. Bulan berganti bulan dan tahun berganti Tahun, Samuel kecil bertumbuh semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia (1 Samuel 2:26).

Kehidupan di Bait Allah membentuk spiritualitas Samuel ini semakin bertumbuh di hadapan Tuhan. Pertumbuhan spiritualitasnya itu dibarengi dengan pertumbuhan karakternya yang baik sehingga Samuel semakin disukai oleh banyak orang.

Yang kedua Maria,

Sama halnya seperti Hana yang ingin anakNya bertumbuh dengan spiritualitas yang baik, Maria pun berbuat demikian. Bagaimana cara Maria melakukannya? Yaitu dengan membawa serta Yesus ke Bait Allah saat Yesus berumur 12 tahun pada saat Paskah. Wah kita langsung melompat ini, dari Natal kita bahas soal Paskah. Warning juga buat Panitia Paskah, kalau masa Pra-Paskah sebentar lagi lhoh… Siap-siap! hehehe.

Paskah bagi orang Yahudi itu berpusat di kota Yerusalem. Jadi kota itu menjadi kota yang begitu ramai, penuh sesak dengan orang-orang yang datang dari berbagai penjuru dunia. Penuh sesak seperti mall-mall dengan diskon akhir tahun sampai 80%, yang bisa membuat orang tua dan anaknya terpisah.

Keramaian itulah yang tanpa disadari memisahkan Yesus dan kedua orang tuanya saat perjalanan pulang kembali ke Nazaret. Maria dan Yusuf akhirnya harus kembali ke Yerusalem demi mencari Yesus. Tadi saya mengatakan betapa ramainya kota Yerusalem di saat Paskah, memerlukan waktu 3  hari untuk menemukan Yesus di tengah kerumunan orang banyak. Tidak ada pengeras suara saat itu, jadi mereka berdua harus menyisir tempat satu per satu.

Dan akhirnya mereka menemukan Yesus sedang bertanya jawab dengan alim ulama/ guru agama Yahudi yang terpesona dengan jawaban-jawaban yang diberikan Yesus. Yesus baru berumur 12 tahun, tapi mampu menjawab pertanyaan guru-guru agama Yahudi. Mereka terpesona dengan Yesus yang masih SD kelas 6 di jaman sekarang. Bayangkan kita terpesona melihat seorang anak kecil berumur 4 tahun mahir memainkan Piano Klasik.

Dengan rasa cemas Maria berkata kepada Yesus, “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapamu (Yusuf) dan aku dengan cemas mencari Engkau.” Lalu jawab Yesus kepada mereka, “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapaku?” Mereka tidak mengerti apa maksud perkataan Yesus itu. Tetapi Maria, ibunya menyimpan semua perkara itu dalam hatinya.

Melihat jawaban Yesus yang bisa membuat guru-guru agama Yahudi terpesona, maka jelas Yesus anak umur 12 tahun itu pinternya kebangetan. Dan ketika ketemu orang-orang yang pandai dalam bidang agama, Yesus asyik bertanya jawab. Yesus merasa asyik, orang-orang dewasa pun merasa asyik karena mereka belum pernah bertemu dengan anak usia 12 tahun berbicara tentang kitab suci. Anak-anak berumur 12 tahun itu baru mau wajib belajar Taurat, ini malah sudah mahir.

Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia. Perhatikan ayat ini, sama dengan apa yang dialami oleh Samuel. Samuel kecil itu tumbuh semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia (1 Samuel 2:26).

Slide4

Samuel dan Yesus hidup bertumbuh tidak hanya sekedar bertumbuh secara fisik, tetapi juga karakter dan iman/spiritualitasnya. Oleh sebab itulah mereka dikasihi oleh Allah dan juga manusia. Hidup menjadi orang percaya juga harus mengalami pertumbuhan: Karakter bertumbuh sejalan dengan Iman/spiritualitas. Jadi kalau mengaku spiritualitas kita baik, rajin ke gereja, rajin ikut persekutuan, rajin PA, rajin pelayanan ini dan itu, tetapi di luar gereja menjadi batu sandungan orang lain, berarti ada yang salah dengan spiritualitas yang dihayatinya.

Kok bisa ada yang salah? Ya, seharusnya karakter itu sejalan dengan spiritualitas kita, seperti kedua sisi rel kereta api. Semakin kita mengasihi Tuhan maka kita semakin mangasihi sesama. Itu ciri khas manusia baru. Ada pengenalan akan kasih Tuhan, bertobat dan melakukan apa yang Tuhan kehendaki. Seperti apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Kolose, “Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihiNya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.” Dan lagi dia mengatakan “Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaanNya (hikmatNya) diantara kamu.” Jadi jika kita hidup dengan omongan yang kasar, jahat, menyakiti orang lain, itu berarti kita merusak identitas diri kita sendiri sebagai terang dan garam dunia. Dan tentunya Tuhan juga bersedih melihat keadaan kita.

Jika kita mengaku hidup spiritualitas kita baik, menjadi malaikat di gereja lalu di luar menjadi serigala berbulu domba, maka hari ini kita harus bertobat! Hal itu tidak dapat dibiarkan terus menerus, bukan itu yang Tuhan kehendahi. Tuhan ingin karakter hidup kita sejalan dengan apa yang kita lakukan di gereja, di persekutuan, di dalam doa sama dengan apa yang kita lakukan di lingkungan kita. Jika hal itu sejalan, Tuhan akan semakin mengasihi kita karena kita hidup sesuai kehendak-Nya dan kita semakin dikasihi oleh sesama manusia.

Lalu kita protes, kalau kita hidup benar apa kita pasti dikasihi sesama manusia? Pak Ahok aja yang sudah benar mementingkan kepentingan masyarakat aja tetap dibenci. Batu sandungan donk? Yo ben, Aku Ora Popo! Ya itu batu sandungan hanya bagi orang yang tidak benar. Tapi bagi orang benar, mereka pasti akan membela kebenaran.

Banggalah jika kita dibela karena kebenaran dan oleh orang benar,
bukan karena kesalahan kita oleh orang yang tidak benar.

Penutup

Saya akan menutup khotbah ini dengan mengutip perkataan seorang misionaris Kristen di India yang bernama Sadhu Sundar Singh. Dia mengatakan:

Begitu mudah mati demi Kritus, tetapi sulit untuk hidup bagiNya.
Hanya membutuhkan waktu satu atau dua jam untuk mati bagiNya,
tetapi untuk hidup bagiNya itu berarti mati setiap hari.

Slide5

Posted in Uncategorized | Leave a comment

DIANTARA DUA PILIHAN: ALLAH ATAU DUNIA

Leksionari: Amsal 31:10-31; Mazmur 1; Yakobus 3:13-4:8; Markus 9:30-37

Pendahuluan

Apakah diantara kita pernah mendengar tentang Marsmallow Test atau Percobaan Marsmallow? Marshmallow test adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Psikolog Walter Mischel pada anak usia 4-5 tahun di  tahun 1960-an. Isu yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana seorang anak dapat belajar mengontrol dirinya, mengontrol emosinya dan membuat pilihan yang benar. Mari kita saksikan!

Kita bisa melihat bagaimana reaksi anak-anak yang berusia 4-5 tahun ini. Hampir semua anak tergoda melihat marsmallow yang ada di depan mereka, namun tidak semua anak yang jatuh dalam pencobaan itu yang akhirnya memakan marsmallownya sebelum sang guru datang.

Kemudian, pada tahun 1981 Mischel mengirimkan kuesioner kepada orang tua, guru dan pembimbing akademis dari anak-anak yang dulu ikut berpartisipasi dalam percobaan ini. Ia bertanya mengenai sifat mereka, kemampuan mereka untuk berencana dan mengatasi masalah serta berhubungan dengan teman-teman. Ternyata anak-anak yang berhasil menunggu memiliki kemampuan yang lebih baik dari mereka yang gagal. Jadi kemampuan mengontrol diri sendiri penting sejak anak-anak, sebab hal itu akan dibawanya sampai dewasa.

Semakin seseorang bertumbuh dewasa godaan dan pilihan yang ada di depannya makin banyak dan makin beragam. Seseorang perlu memiliki kontrol diri yang baik sehingga dia bisa menentukan pilihan yang bijaksana.

Tema kita pada kebaktian hari ini adalah “Diantara Dua Pilihan: Allah atau Dunia.”

wet_and_dry_2880x1800

Untuk membahas lebih dalam saya akan mengajak bapak ibu saudara berfokus pada Surat Yakobus, yang masih ada benang merahnya dari khotbah Minggu lalu.

Isi

Di dalam kehidupan kita, sering kali kita dihadapkan dengan berbagai macam pilihan. Dan pilihan kita hari ini akan menentukan perjalanan hidup kita selanjutnya. Pilihan itu datang dari dunia dan datang dari Tuhan. Terkadang keduanya bisa berkonflik di dalam hati kita, mana yang harus kita pilih. Dunia dengan pilihannya yang mampu memuaskan hawa nafsu manusia atau taat kepada Tuhan yang menjanjikan penyertaan dan hidup kekal? Mau terus hidup dalam kesenangan dunia tapi di sisi lain sudah menjadi pengikut Kristus. Dilema, bingung. Surat Yakobus memberikan kita jawaban yang jelas soal kebingungan ini.

Yakobus menjelaskan bahwa di dalam diri manusia itu ada hawa nafsu atau keinginan yang kuat. Memimjam istilah yang dipakai oleh Rasul Paulus, hawa nafsu adalah keinginan daging kita. Yang membuat kita kepingin melebihi orang lain dengan segala cara, itulah hawa nafsu. Yang ingin mengalahkan saingan kerjanya dengan cara apapun itulah hawa nafsu. Gaya hidup boros demi kelihatan wah dimata orang lain, itulah hawa nafsu. Itulah keinginan daging kita.

Ketika kita sudah mengenal Kristus maka keinginan daging kita ini berkonflik dengan keinginan roh yang mendorong kita untuk taat pada Firman Tuhan. Namun tak hanya itu, keinginan daging dalam diri kita itu juga bisa saling konflik dalam diri kita. Pengen ini, pengen itu, pengen beli ini, pengen beli itu tapi sejatinya tidak kita butuhkan hanya sekedar ingin di lihat wah oleh orang lain. Iri melihat orang lain memiliki sesuatu yang lebih baru, lebih menarik, lebih mahal. Pengen mengalahkan si A, pengen mengalahkan si B atau si C, pokoknya jadi nomor 1 dengan cara apapun. Itu nafsu, itu keinginan daging, dan itu bertentangan dengan keinginan roh.

Apa sih akibatnya jika keinginan daging menguasai hidup kita?

  • Jika keinginan kita tidak terpenuhi maka kita akan melakukan berbagai cara agar nafsu kita terpenuhi. Di titik ini orang bisa melakukan cara-cara yang merusak relasi orang lain: menipu, berbohong, mencuri, bahkan membunuh.
  • Oleh karena kekayaan dan kekuasaan yang dimilikinya orang bisa menjadi sombong dan semena-mena kepada orang lain. Dirinya tidak merasa memohon pertolongan Tuhan apalagi orang lain, tinggal perintah semua jadi. Di titik ini dia telah kehilangan relasinya dengan Tuhan.
  • Mungkin dia orang Kristen yang tetap datang ke gereja di tiap minggu, namun ternyata keinginan dagingnya masih menguasai hidupnya. Maka tatkala dia berdoa, dia tidak menyadari doanya meminta kedaraan baru hanya sekedar memuaskan hawa nafsunya semata. Jadi Tuhan tidak mengabulkan doanya. Atau bisa jadi dia telah berdoa kepada Tuhan agar Tuhan menjatuhkan orang lain yang dianggap saingan bisnisnya. Ternyata dia telah salah berdoa, karena dia berdoa hanya demi kepuasan dirinya.
  • Orang yang hidupnya dikuasai oleh hawa nafsu dengan dunia, Yakobus menyebut ia telah menjadikan dirinya musuh Allah. Dalam Yakobus 4:4, Yakobus mengatakan mereka ini adalah orang-orang yang tidak setia! Tidak setia kepada siapa? Tentunya tidak setika kepada Kristus.

Dalam hubungan Kristus dan jemaatNya diibaratkan Kristus adalah mempelai laki-laki dan jemaat adalah mempelai perempuan. Dalam pernikahan Yahudi, mempelai laki-laki akan menemui mempelai perempuan di waktu yang tidak ia duga. Sama seperti Kristus yang akan menjemput kita kelak di waktu yang tidak kita duga.

Yakobus ingin mengatakan, dalam penantian kedatangan Kristus jika kita yang adalah mempelai perempuan Kristus bersahabat dengan dunia, maka kita ini adalah orang-orang yang tidak setia.

Dalam bahasa aslinya kata bersahabat menggunakan kata philia. Philia adalah satu dari 4 jenis kasih dalam bahasa Yunani yang artinya kasih persahabatan. Jadi jika bersahabat dengan nafsu dunia kita sudah menjadi mempelai Kristus yang tidak setia.

Kata tidak setia dalam pada ayat 4 menggunakan bahasa Yunani moichalides yang artinya seorang pezina peremuan. Jadi kalau kita mencintai hawa nafsu dunia maka kita telah menjadi pezina secara rohani.

Lalu apa yang harus kita lakukan? Karena hawa nafsu ini sifatnya merusak hidup kita, maka kita harus mematikan hawa nafsu kita. Dalam suratnya kepada Jemaat Kolose Rasul Paulus mengatakan, Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala (Kolose 3:5).

Lalu bagaimana caranya mematikan keinginan daging?

Surat Yakobus menjawab pertanyaan ini:

  • Tunduk kepada Allah

Orang yang sombong paling susah untuk tunduk kepada Allah. Dia merasa dirinya paling baik, paling benar dan paling hebat. Egonya telah memimpin kehidupannya bukan Allah. Saat dia ditegur atau mendapatkan kritikan dia akan marah. Saat firman Tuhan yang dia dengar membuat posisinya terancam, dirinya merasa tidak terima. Tunduk kepada Allah berarti bersedia hidup dipimpin oleh Allah, taat kepada firman dan kehendak Allah. Kuncinya adalah penyerahan diri. Orang yang tunduk kepada Allah pasti dia akan berjuang melakukan tindakan yang benar sekalipun itu mengandung resiko.

  • Lawanlah Godaan Iblis

Godaan iblis datang dalam berbagai bentuk dan rupa, dan datang sebagai suatu hal yang dapat memuaskan hawa nafsu manusia tetapi ujungnya adalah dosa. Anehnya, ada yang merasa bahwa godaan ini semakin dilawan semakin menggoda. Kok bisa seperti itu? Ya itu bisa terjadi sebapkita tidak sepenuhnya tunduk kepada Allah. Masih kompromi terhadap hawa nafsu kita. Kita belum sepenuhnya menempatkan Tuhan memimpin hidup kita. Ketika Tuhan menjadi pemimpin hidup kita maka godaan tak mempan lagi menggodai kita.

  • Mendekatkan diri kepada Tuhan

Mematikan keinginan daging tidak hanya dilakukan sekali seumur hidup, namun dilakukan terus menerus selama kita masih hidup di dunia ini. Sama halnya seperti pertobatan, tidak sekali namun berangsur terus menerus. Memiliki hubungan pribadi yang dekat dengan Tuhan akan menolong kita mematikan keinginan daging di dalam diri kita. Lewat kebaktian, persekutuan, PA, retret, membaca Alkitab, berdoa atau melakukan kebaikan kepada orang lain.

Mendekatkan diri kepada Tuhan  bukanlah perkara yang sederhana, ada pengorbanan yang yang kita lakukan. Korban waktu, tenaga, materi, ataupun perhatian.

Mendekatkan diri kepada Tuhan berarti kita menjadi sikap hidup kita. Bukan hanya tindakan kita, melainkan juga hati kita. Supaya hati kita ini bersih, suci di mata Tuhan. Tak ada lagi iri hati atau kebencian.

Penutup

Saya jadi ingat sebuah lagu rohani era 80-an Waktu Tuhan Tolong Saya: 

Waktu Tuhan tolong saya
Waktu Tuhan tolong saya
Saya tersesatlah jika tiada Tuhan
Waktu Tuhan tolong saya

Tanpa Tuhan mustahil kita dapat mematikan kedagingan kita. Memiliki keinginan boleh-boleh saja asal itu berguna dan ada faedahnya bagi hidup kita. Tetapi jika keinginan sudah berubah menjadi hawa nafsu, itu merusak. Merusak hubungan kita dengan Tuhan dan sesama, jadi itu yang harus dimatikan.

Jadi mana yang akan kita pilih Allah atau hawa nafsu dunia?

————–Saat teduh bagi kita—————

Posted in Uncategorized | Leave a comment

HIDUPLAH SEBAGAI ORANG ARIF

1 Raja-raja 2:10-12; 3:3-14; Mazmur 111; Efesus 5:15-21; Yohanes 6:51-58

Pendahuluan

Selamat pagi, bapak ibu saudara? Pagi ini saya ingin memekikkan semangat kemerdekaan karena besok kita akan memperingati Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-70. Mari kita memekikkan kemerdekaan kita dengan suara lantang sambil mengepalkan tangan. Jika saya berteriak Merdeka!! Maka bapak ibu memekikkan kemerdekaan 3x Merdeka!! Merdeka!! Merdeka!!

Mereka adalah para pahlawan bangsa Indonesia yang telah berjasa memperjuangkan kemerdekaan. Mereka adalah pahlawan kemerdekaan yang kita kenal, tetapi masih ada ribuan pahlawan tanpa tanda jasa yang memperjuangkan kemerdekaan. Mungkin diantara mereka adalah kakek nenek kita, atau orang tua kita sendiri yang berjuang memerangi penjajah.

Memang Indonesia telah merdeka, lepas dari tangan penjajah. Namun, apakah Indonesia merasakan kemerdekaan yang sesungguhnya? Ir. Soekarno pernah mengatakan “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Jika melihat kondisi bangsa ini, apa yang dikatakan Ir. Soekarno kira-kira selaras tidak? Selaras, sebab kita masih berperang melawan koruptor, dan permainan politik yang ada dalam pemerintahan kita sendiri.

Di luar pemerintahan pun sama, mereka yang berkuasa makin sewenang-wenang menekan kaum yang lebih lemah. Orang bisa berpura-pura baik di depan, tapi di belakang saling tusuk menusuk. Kepentingan pribadi telah membutakan mata bahkan membawa mereka dalam masa depan yang gelap. Untuk itu sebagai orang percaya kita dipanggil untuk hidup sebagai terang dan garam. Kehadiran gereja dan umat percaya membawa dampak yang baik bagi kemerdekaan Indonesia.

Tema kebaktian Minggu hari ini adalah Hiduplah Sebagai Orang Arif, kita dipanggil untuk hidup bijaksana seturut kehendak Tuhan dalam menjalani kehidupan kita.

maxresdefault

Isi

Minggu ketiga bulan yang lalu, saat saya membahas surat Efesus saya menjelaskan konteks Jemaat Efesus yang masyarakatnya menyembah banyak dewa-dewi Yunani. Kota Efesus sendiri menjadi salah satu pusat keagamaan, khususnya untuk penyembahan kepada Dewi Artemis, dewi kesuburan. Di kota itu banyak juga penduduk yang terlibat dalam dunia sihir atau perdukunan.

Perikop yang kita baca adalah penggalan dari surat Paulus yang berbicara mengenai hidup sebagai anak-anak terang. Diharapkan jemaat Efesus tidak hidup seperti orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Supaya jemaat itu melakukan kehendak Tuhan  dalam hidup mereka, tidak hidup dalam kecemaran, percabulan, perkataan kotor, menyembah berhala dan jangan sampai mereka disesatkan dengan ilmu-ilmu perdukunan.

Untuk memahami isi Efesus 5:15-21 yang tadi kita baca, saya membaginya menjadi 2 poin:

Pertama, bijak dalam bertindak (ay 15-17).

Dalam ayat ini ditunjukan 2 jenis orang, orang bebal dan orang arif, “Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif,…” (ay.15). Orang bebal itu seperti apa? Orang arif seperti apa? Kalau menurut KBBI bebal itu artinya bodoh, sulit mengerti. Sedangkan arif artinya bijaksana, paham/mengerti. Dan hal itu di tegaskan oleh Rasul Paulus di ay.17, Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan”.

Jadi orang yang bebal itu adalah orang bodoh yang hidup dalam rupa-rupa dosa, dan orang arif adalah orang yang hidup menurut kehendak Tuhan sebab dia mengerti kehendak Tuhan dalam hidupnya. Tuhan menginginkan kita untuk hidup bukan menjadi orang bodoh yang terus menerus hidup dalam perbuatan dosa, melainkan menjadi orang arif yang menuruti kehendak Tuhan sebagai anak-anak terang. Dengan hidup menurut kehendak Tuhan maka kita akan dibentuk menjadi pribadi yang bijaksana dalam menjalani kehidupan.

Mengapa kita perlu bijaksana dalam menjalani kehidupan? Ay.16 dikatakan, “…dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” Jika Rasul Paulus dalam kesempatan yang lain mengatakan hidup ini bagaikan sebuah pertandingan, maka waktu yang ada saat ini adalah kesempatan yang berharga bagi kita. Waktu yang masih kita jalani adalah anugerah yang Tuhan berikan. Kita dipanggil untuk mengisi waktu yang berharga ini dengan hidup yang tidak sembrono, sebab hari-hari ini adalah jahat.

Hari-hari ini telah dipenuhi dengan kejahatan. Kejahatan, dosa, telah berevolusi dengan sangat mulus sehingga banyak orang terbuai dengan kejahatan, dan tanpa sadar membawa mereka ke dalam kegelapan, dosa. Akhir-akhir ini heboh berita ibu rumah tangga dimanfaatkan sebagai kurir narkoba. Bisa jadi ibu rumah tangga itu tidak tahu barang apa yang dibawanya karena terbungkus rapat. Karena ibalannya besar dibohongi isinya pun dia tidak tahu. Ternyata di bandara ketahuan isinya narkoba, ditangkap. Bisa jadi orang itu tahu isinya narkoba, tapi demi uang rela melakukan apa saja. Kejahatan bisa hadir membawa janji kenikmatan, tetapi ujungnya kepada maut.

Apa yang diminta oleh Salomo saat Tuhan datang kepadanya lewat mimpi? Mintalah apa yang hendak Kuberikan kepadamu.” Bayangkan, apapun loh Tuhan akan kasih, tanpa syarat. Lalu apakah Salomo meminta kekayaan? Tidak! Umur panjang? Tidak! Nyawa musuhnya? Tidak juga! Salomo menginginkan pengertian untuk memutuskan hukum. Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yanjahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?” (1 Raj 3:9). Pengertian untuk memutuskan hukum, yang dibutuhkan oleh Salomo sebagai seorang raja, dan itu adalah keputusan yang bijaksana. Salomo meminta apa yang dia butuhkan, bukan sekedar apa yang dia inginkan untuk memenuhi kepuasan dirinya.

Keputusan kita hari ini, menentukan perjalanan kita selanjutnya, maka bijaklah menggunakan waktu yang ada!

Kedua, menghidupi spiritualitas (ay. 18-21).

Dalam pemujaan kepada Dewi Artemis mereka biasa mengadakan arak-arakan, pesta pora dan mabuk oleh anggur. Karena mabuk mereka kehilangan kendali dan melakukan tindakan di luar kontrol mereka. Di Jogja beberapa hari lalu terjadi pembacokan salah sasaran karena pelaku mabuk. Kemabukan mengantar orang lebih mudah untuk melakukan kejahatan tanpa rasa takut.

Sebagai pengikut Kristus jemaat Efesus harus berani melawan godaan kemabukan itu dengan menghidupi spiritualitas mereka. Hidup mereka harus dipenuhi oleh Roh, biarkan kuasa Roh kudus yang menguasai diri mereka. Masuk dalam persekutuan dan menyanyikan lagu-lagu pujian. Dalam persekutuan orang dituntun untuk mendapatkan keheningan batin dan pembaharuan hidup.

Perlu kita perhatikan, pada ay.19 Rasul Paulus melanjutkan, “Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.” Segenap hati berarti merujuk kepada ketulusan. Tulus situ tidak pura-pura, tapi sungguh-sungguh. Saat kita menyanyikan lagu pujian dengan segenap hati atau tidak, yang paling bisa merasakan ya kita sendiri. Jika dalam hari minggu kita menyanyikan pujian karena rutinitas, maka sekalipun kita menyanyi hati kita tetap kosong, hampa. Berbeda saat kita menyanyikannya dengan segenap hati, kesungguhan, menghayati bait demi bait yang dinyanyikan. Beda cerita kalau lagu yang dinyanyikan baru dan kita kesulitan menyanyikannya. Tetapi jika kita bisa, mari kita menyanyikan lagu pujian dengan segenap hati kita.

Coba saya tanya, pemusik dan pemandu pujian dilarang menjawab ya! Lagu pertama yang kita nyanyikan tadi apa? Lagu sebelum firman Tuhan dibacakan? Ayat ini mengingatkan kita untuk menghayati sebuah pujian dalam ibadah ataupun persekutuan. Sebab lagu-lagu pujian pun menolong kita dalam menyelami kasih Allah. Jadi untuk memuji Tuhan tidak perlu nunggu nanti di sorga, ya? Sekarang bisa kita lakukan kok.

Selanjutnya Rasul Paulus mengajak jemaat Efesus untuk mengucap syukur dalam segala sesuatu, Ucaplah syukur senantiasa atas segala sesuatu dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus kepada Allah dan Bapa kita” (Ef 5:20). Ingat bahwa pada saat itu jemaat Efesus sedang berada di bawah tekanan, dari sesama pengikut Kristus yaitu Kristen Yahudi dan dari masyarakat sekitar yang ada di Efesus. Saat ini jika dalam hidup kita sedang mengalami tekanan, mungkin karena persoalan usaha, relasi dengan rekan kerja, masalah keluarga, masalah study, maka Rasul Paulus berpesan kepada saudara, “Mengucap syukurlah atas segala sesuatu di dalam nama Tuhan.”

Kalau kita kesulitan mengucap syukur, pujian yang kita nyanyikan dalam kebaktian atau pun persekutuan dapat menolong kita untuk mengucap syukur kepada Tuhan. Saat kita mampu mengucap syukur dalam keadaan apapun, di titik itulah kita menghidupi spiritualitas.

Namun spiritualitas tidak berhenti di titik antara aku dan Tuhan, melainkan juga berlanjut kepada aku dan sesama. Untuk itulah Rasul Paulus mengatakan “…dan rendahkanlah dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus (Ef 5:21).” Sekalipun hidup sebagai anak-anak terang bukan berarti Jemaat Efesus berhak untuk menghakimi atau membenci sesamanya. Mereka diminta untuk merendahkan diri seorang kepada yang lain dengan takut akan Tuhan. Bencilah perbuatan dosa, tetapi kasihilah dia yang melakukan. Kira-kira mudah tidak? Membenci perbuatan orang yang melukai kita, tetapi tetap mengasihi orang itu? Susah kalau kita sendiri yang melakukan, tetapi bersama dengan Kristus kita akan dimampukan.

Penutup

Jadi ada 2 hal untuk hidup sebagai orang arif, pertama bijak dalam bertindak dan kedua menghidupi spiritualitas kita. Spiritulitas menyentuh ranah hubungan kita dengan Tuhan dan kita dengan sesama. Hidup menjadi anak-anak terang bukan soal kuantitas berapa sering kita pergi ke gereja, berapa sibuk kita dengan kegiatan pelayanan. Hidup menjadi anak-anak terang berbicara soal kualitas hidup. Saya ingin mengajak bapak ibu untuk menyaksikan sebuah video yang syairnya bisa menggelitik orang Kristen yang menyaksikannya.

Hiduplah sebagai orang arif, yang akrap dengan Tuhan, dan juga akrap dengan sesama. Amin.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KASIH ALLAH MELAMPAUI YANG DIDOAKAN DAN DIPIKIRKAN

Bacaan: 2 Samuel 11:1-15; Mazmur 14; Efesus 3:14-21; Yohanes 6:1-21

Pendahuluan
Tema kita dalam kebaktian minggu kali ini adalah, “Kasih Allah Melampaui yang Didoakan dan Dipikirkan.” Setuju dengan tema ini? Ini tema yang menarik, Saudara.

Kalau saya meminta saudara menyebutkan tanda bahwa seseorang itu masih hidup kira-kira apa saja tandanya? Bernafas, bergerak, tumbuh, berkembang biak, beradaptasi, dan memerlukan makanan. Ada satu yang kurang sebagai tanda seseorang itu masih hidup, yaitu masalah. Jadi masalah senantiasa mengiringi jalannya kehidupan seseorang. Selama orang masih hidup maka selama itu juga masalah akan mengiringi langkahnya. Jadi mendapat masalah dalam hidup kita itu wajar, normal, semua orang mengalami hal itu.

Apakah adanya masalah dalam hidup kita berarti itu tanda bahwa Tuhan meninggalkan kita? Apakah itu tanda bhwa Tuhan menghukum kita? Harus kita akui bahwa ada masalah-masalah yang timbul dari kesalahan kita (in control), dan ada juga masalah-masalah yang muncul secara tak terduga di luar kuasa kita (out of control). Namun hal ini bukan berarti Tuhan meninggalkan kita. Tuhan berjanji kepada kita untuk segnantiasa menyertai kita sampai akhir zaman, Tuhan berjanji kepada kita untuk menjadi gembala yang baik, Tuhan berjanji menjadi sahabat bagi kita, dan bahkan Tuhan berjanji menjadi Bapa bagi kita.

Oleh karena itu, saat ada masalah dalam hidup kita, Dia senantiasa ada untuk kita. Mendampingi kita melewati masalah itu dan menunjukkan rencana yang baik dalam hidup kita. Bahkan tak jarang pertolongan Tuhan itu di luar akal pikir manusia.

Isi
Di dalam Injil Yohanes yang tadi kita baca kita ditunjukan 2 peristiwa yang dilakukan oleh Yesus yang di luar akal pikir manusia. Peristiwa pertama pada saat Yesus memberi makan 5000 orang dan peristiwa kedua pada saat Yesus berjalan di atas air.

Pertama, mari kita lihat kisah saat Yesus memberi makan 5000 orang lebih, sebab Yohanes menghitung hanya laki-lakinya saja. Kurang lebih 5000 orang laki-laki. Pada saat itu banyak orang berbondong-bondong mengikut Yesus sebab mereka menyaksikan bagaimana Yesus menyembuhkan kepada orang-orang sakit.

Ketika Yesus melihat begitu banyaknya orang yang mengikuti Dia, maka Yesus memanggil Philipus. Di sini ada 2 hal yang menarik: Pertama, kisah Yesus memberi makan 5000 orang ini di tulis dalam keempat Injil. Namun, hanya Injil Yohanes yang menyebutkan nama Filipus sebagai murid yang bercakap-cakap dengan Yesus. Kemudian nanti disusul Andreas. Injil yang lain hanya memberikan keterangan murid-murid datang kepada Yesus. Kedua, yang membuat berbeda dengan kisah di Injil yang lain adalah tujuan Yesus memanggil Filipus, yaitu untuk mencobai (menguji) dia. Hal ini tidak ditulis dalam 3 Injil yang lain.

Saat Yesus bertanya kepada Filipus, “Di manakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?” Apa jawab Filipus? “Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja.” Filipus menjawab dengan logika. Lalu disusul oleh Andreas, “Di sini ada seorang anak, yang mempunyai lima roti jelai dan dua ikan; tetapi apakah artinya itu untuk orang sebanyak ini?” Andreas juga menjawab dengan logika.

Ada yang aneh tidak dengan jawaban logika mereka pada konteks saat itu? Di luar konteks jawaban mereka tidak aneh, logika mereka benar donk, mau berapa ratus dinar untuk memberi makan 5000 orang lebih? Mana mungkin bisa memberi makan dengan 5 roti dan 2 ikan? Logika mereka berjalan. Namun, Yesus kan mau ngetes mereka/ mau menguji mereka, inilah konteksnya! (Lihat Yohanes 6:6  Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu, apa yang hendak dilakukan-Nya.)

Dalam kisah di Injil Yohanes bukan pertama kali menghadapi masalah dengan Yesus, tapi sudah kesekian kalinya. Mereka melihat mujizat yang dilakukan oleh Yesus tidak sekali, tapi sudah berulang kali:
•Mulai dari mukjizat saat perkawinan di Kana.
•Yesus menyembuhkan anak pegawai istana.
•Yesus menyembuhkan orang di kolam Betesda.
•Yesus juga telah memberikan kesaksian tentang diriNya.
•dan baru saja mereka lihat Yesus melakukan banyak mukjizat pada orang-orang sakit.
Namun, hal-hal tersebut terluput dari perhatian para murid Yesus. Ujian terhadap iman mereka ternyata belum lolos. Mereka masih berpikir secara logika.

Sampai saat ini apakah diantara kita masih belum percaya bahwa Yesus memiliki kuasa atas kehidupan kita?
Baik, karena para murid belum percaya penuh dengan kuasaNya, maka Yesus menunjukkan kembali kuasaNya. Dengan mengambil 5 roti dan 2 ikan, Yesus mengucapkan syukur dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang ada pada saat ini. Makjizat terjadi, di luar logika manusia, di luar nalar manusia 5 roti dan 2 ikan memberi makan 5000 orang lebih dan bahkan sisa 12 bakul penuh. Jangan tanya saya bagaimana proses 5 roti dan 2 ikan itu bisa menjadi berlipat-lipat banyaknya. Saya tidak hadir di sana, hanya saya percaya bahwa Tuhan mampu melakukan apa yang manusia tidak dapat pikirkan.

Peristiwa kedua, yang Yesus tunjukan pasca Yesus memberi makan 5000 orang adalah ketika Yesus berjalan di atas air. Kira-kira kalau Saudara jadi murid Yesus takut tidak? Kalau saya tetap saja shok, ada manusia berjalan di atas air. Dalam 2 Injil yang lain yang menceritakan Kisah ini, yakni Injil Matius dan Markus di sana diceritakan para murid mengira Yesus itu hantu.

Kalau kejadian itu di daerah Parangtritis pasti Yesus sudah dikira Nyi Roro Kidul yang dipercaya penduduk sebagai penunggu pantai selatan. Para murid jelas tidak menyangka bahwa Yesus pun bisa berjalan di atas air, kebal terhadap gravitasi. Perhatikan juga ayat 20, dikatakan, “Mereka mau menaikkan Dia ke dalam perahu, dan seketika juga perahu itu sampai ke pantai  yang mereka tujui.” Bayangkan saudara, saat itu para murid akan menggangkat Yesus naik ke perahu, zeettttt… Seketika itu juga perahu sampai ke pantai! Kuasa Yesus melampaui ruang dan waktu. Sekali lagi apa yang dilakukan Yesus melampaui logika manusia.

Apa yang dilakukan Yesus ini bukan semata-mata mencari ketenaran, bukan untuk dibilang keren. Tetapi apa yang dilakukan oleh Yesus ini adalah supaya para murid percaya penuh akan kuasaNya. Supaya mereka bisa memberikan kesaksian akan kuasa Yesus. Nyatanya saat ini kita bisa tahu kisah-kisah mengenai kuasa Yesus. Yesus ingin pengalaman iman yang dialami oleh para murid dapat dibagikan kepada orang banyak, bahkan dari generasi ke generasi.

Mukjizat dan kuasa yang Tuhan Yesus tunjukan ingin meyakinkan kita juga, supaya kita percaya akan Dia. Di dalam hidup tentu ada persoalan, dan lihatlah bagaimana kisah-kisah Yesus yang tertulis di dalam Alkitab menjawab persoalan para pengikutNya. Muncul persoalan saat pernikahan di Kana, anggurnya kurang. Yesus menolong keluarga itu. Yesus melakukan mukjizatnya, yaitu mengubah air menjadi anggur. Bahkan itu adalah anggur yang sangat enak yang dirasakan para tamu undangan. Kuasa kasih Yesus melampaui akal manusia. Percayalah bahwa Yesus mampu untuk memulihkan persoalan di dalam keluarga kita.

Orang sakit berbondong-bondong meminta Yesus menyembuhkan mereka. Kuasa kasihNya menyembuhkan orang-orang sakit itu. Dengan ludah dan tanah Yesus menyembuhkan orang yang buta sejak lahir sehingga mampu melihat. Kauasa ksih Yesus melampaui akal manusia. Yesus mampu membuka mata hati setiap orang untuk melihat kebaikan Tuhan dalam hidup mereka. Berdoalah bagi mereka, orang-orang yang mulai terhilang dan jauh dari Tuhan.

Yesus memberi makan 5000 orang lebih hanya dengan 5 roti dan 2 ikan. Semua orang makan sampai kenyang bahkan tersisa 12 bakul penuh. Yesus mencukupkan apa yang dibutuhkan oleh para pengikutNya. Kasih Yesus melampaui akal manusia. Yesus juga memberikan teladan kepada kita, bahwa dengan mengucap syukur akan berapa pun berkat Tuhan yang kita terima, yang sedikit pun menjadi begitu berlimpah.

Yesus yang kita percaya adalah Yesus yang tetap sama seperti kemarin, hari ini sama, besok pun sama. Kuasanya tetap sama, Yesus mampu menolong kita dalam melalui persoalan dengan cara-cara yang terkadang tidak kita pikirkan, bahkan di luar akal manusia. Bahkan cara-caraNya tak terbatas pada apa yang telah Alkitab ceritakan.
Jika saat ini kita sedang menghadapi masalah dalam hidup kita, janganlah berputus asa. Percayalah bahwa Tuhan mampu menolong dengan caraNya yang tak terpikirkan oleh kita, bahkan di luar akal pikir manusia. Lakukan yang menjadi bagian kita, dan Tuhan akan melakukan bagianNya!

Rasul Paulus di dalam Surat kepada Jemaat Efesus mengatakan, Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan (Efesus 3:18-19). Dan lagi, dia menulis:
Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita,… (Efesus 3:20).

Rasul Paulus pun merasakan sendiri bagaimana kasih dan penyertaan Tuhan di dalam hidupnya setelah menjadi pengikut Kristus dan menjadi Rasul. Bagaimana Tuhan menolongnya saat menghadapi orang-orang yang tidak menyukainya. Orang-orang yang menfitnah dirinya. Bagaimana dia selamat dari kapal yang karam. Bagaimana dia selamat dari gigitan ular, atau saat melawan binatang buas. Atau bagaimana cara dia keluar dari penjara Filipi, pada saat Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian, lalu terjadi gempa yang merobohkan tiang-tiang di penjara, maka terbukalah pintu penjara. Itu semua adalah penyertaan Tuhan yang dirasakan oleh rasul Paulus yang terkadang melampaui pikirannya sebagai manusia.

Penutup
Saya akan menutup khotbah saya ini dengan mengajak Saudara menikmati sebuah lagu pujian yang dinyanyikan oleh Kiki (Indonesian Idol) yang berjudul “Tuhan Pasti Sanggup”.

——“Video/MP3 Tuhan Pasti Sanggup”——

Percayalah Tuhan pasti sanggup menolong kita. Kerjakan apa yang menjadi bagian kita, dan Tuhan akan mengerjakan bagianNya! Amin.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

TEGUH BERTUMBUH DI TENGAH HIDUP YANG GADUH

1 Samuel 17:32-49; Mazmur 9:10-21; 2 Korintus 6:1-13; Markus 4:35-41

Pendahuluan
Setujukah saudara dengan pernyataan, “Orang beriman senantiasa disertai Tuhan?” Setuju? Jika setuju maka pertanyaan berikutnya adalah “Apakah hidup orang beriman senantiasa sukses dan tanpa masalah?” Belum tentu. Kalau begitu mengapa harus hidup beriman? Orang belum tentu hidupnya sukses, lancar tanpa masalah kok? Tema kebaktian minggu hari ini adalah “Teguh Bertumbuh di Tengah Hidup Yang Gaduh” akan menolong kita menjawab pertanyaan ini.
Antony Robin yang adalah seorang motivator, pernah mengatakan, “Every problem is a gift – without problems we would not grow” (Setiap masalah adalah sebuah hadiah – tanpa banyaknya masalah kita tidak akan pernah bertumbuh). Jadi segala kesulitan, tantangan, dan persoalan yang kita jumpai dalam hidup kita itu adalah sebuah hadiah yang patut kita syukuri sebab semua itu akan menolong kita untuk bertumbuh. Bertumbuh bagaimana? Kata orang makin banyak makan asam garam, makin banyak pengalaman hidup yang dijalani, makin banyak belajar dari kesulitan, dengan harapan menjalani hidup semakin dewasa semakin bijaksana. Dan seharusnya seperti inilah cara pandang orang beriman menghadapi masalah.
10639378_10203537471171474_7761293369901475087_n
Isi
Hari ini kita akan belajar dari beberapa kisah tokoh Alkitab tatkala mereka harus menghadapi masalah yang hadir dalam hidup mereka.
1. Daud: Masalah itu harus dihadapi
Bagi seorang Daud masalah bukanlah hal yang harus ditakuti atau dihindari. Bagi Daud masalah harus dihadapi! Ketika orang Israel akan berperang melawan orang Filistin, munculah Goliat pendekar bagi orang Filistin. Munculnya Goliat saat itu sudah membuat kalang kabut pasukan Israel. Daud yang pada saat itu diperintahkan ayahnya mengantarkan roti untuk kakaknya, melihat bagaimana keadiran Goliat mampu membuat pasukan Israel kalang kabut.
Daud yang saat itu masih muda, lebih tepatnya masih remaja (bahasa kerennya masih unyu), karena dia belum cukup umur untuk masuk dalam pasukan perangnya orang Israel, merasa tertantang untuk mengalahkan Goliat. Hal itu didengar oleh Saul, dan dipanggilnyalah Daud ke hadapan Saul. Melihat Daud yang masih unyu itu Saul tidak percaya bahwa Daud akan berhasil mengalahkan Goliat yang gagah perkasa. Namun, Daud berusaha meyakinkan Saul bahwa selama ia menggembalakan domba, dia biasa mengalahkan beruang maupun singa.
Tidak hanya ketangkasan yang menjadi modal bagi Daud, yang tidak kalah penting adalah iman. Dia mengatakan, “TUHAN yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu.” (1 Samuel 17:37). Iman menjadi kekuatan yang besar bagi Daud untuk menghadapi Goliat. Dia berbeda dengan para prajurit Israel yang lari tunggang-langgang ketika melihat musuh, Daud siap untuk maju menghadapi musuh.
Apakah saat ini masalah sedang ada di hadapan kita? Apakah saat ini masalah sedang mengancam hidup kita? Jangan pernah kita lari dari masalah, semakin kita lari dari masalah maka masalah semakin menjadi mimpi buruk bagi kita. Hadapi! Hadapilah masalah bersama dengan Tuhan, sebab Tuhan yang akan menyertai kita.
2. Rasul Paulus: Masalah itu dihadapi dengan penuh kesabaran.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Rasul Paulus tatkala dalam pelayanannya dia menjumpai begitu banyak masalah. Paulus dalam karya pelayanannya berhasil membuahkan begitu banyak jemaat, namun itu bukanlah hal yang mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh Paulus, dan dia menghadapi segala persoalan-persoalan itu dengan penuh kesabaran.
Seperti apa yang tertulis dalam 2 Korintus 6:4 “Sebaliknya, dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran,…”.
Kalau kita membaca kisah pelayanan Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru, kita bisa melihat bahwa:
•Dalam setiap pelayanannya dia selalu ditentang dan dimusuhi pemuka agama Yahudi.
•Sebagai orang Romawi dia pernah mengalami ketidakadilan oleh penegak hukumnya.
•Dia pernah sekali didera (dipukul dengan rotan/cemeti) serdadu Romawi dan lima kali disesah (dipukuli) orang Yahudi.
•Dia mendapatkan terror dan fitnah dari orang-orang yang menentangnya.
•Dia didemo massa yang tidak menyukainya.
•Rasul Paulus sering dipenjarakan, bahkan sampai menjelang akhir hidupnya.
•Dalam pelayanannya dia mengalami 3 kali kapal yang ditumpanginya karam.
•Merasakan terkatung-katung di lautan.
•Merasakan bagaimana kelaparan dan kedinginan.
•Pernah digigit ular dalam perjalanan pelayananNya.
•Melawan binatang buas di Efesus.
•Menghadapi banjir dalam rangkaian perjalanan pelayanannya.
•Menghadapi penjahat jalanan, dst.
Ternyata begitu banyak masalah yang menghiasi perjalanan pelayanan Rasul Paulus. Jadi kalau kita berpikir bahwa orang yang beriman akan jauh dari masalah, maka pernyataan itu dipatahkan dari kisah hidup Rasul Paulus ini. Bahwa orang beriman pun tidak lepas dari yang namanya masalah. Selama seseorang masih hidup pasti punya masalah.
Kalau kita ingat bacaan 2 Minggu lalu dari 2 Korintus 4:15 Rasul Paulus mengatakan, “Sebab semuanya itu terjadi oleh karena kamu, supaya kasih karunia, yang semakin besar berhubung dengan semakin banyaknya orang yang menjadi percaya, menyebabkan semakin melimpahnya ucapan syukur bagi kemuliaan Allah.” Artinya jika semua penderitaan yang harus dia alami demi banyaknya orang yang menerima Yesus Paulus rela menanggung itu semua dan semkin besar rasa syukurnya karena orang banyak percaya kepada Yesus.
Dan dalam menghadapi semua penderitaan itu dalam 2 Korintus 6:4 Paulus menekankan “dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran” saya menggaris bawahi kata dengan penuh kesabaran. Sebab banyak orang yang tidak sabar dalam menghadapi masalah dalam hidupnya. Orang sudah terbiasa hidup dengan segala sesuatu yang serba instan, mulai dari mie instan sampai bubur instan. Dan ketika masalah datang inginnya diselesaikan dengan cara yang instan.
Sadarkah kita bahwa makanan yang instan-instan itu memberikan dampak negatif bagi bagi tubuh kita? Demikian juga jika kita inginnya menyelesaikan masalah dengan cara yang instan, akan berdampak negatif bagi hidup kita.
Saya menjumpai contoh kasus, sebuah organisasi masyarakat di kota kecil berencana membangun sebuah rumah duka baru guna menggantikan rumah duka lama yang dirasa sudah terlalu sempit. Akhirnya mereka mampu membeli lahan sekitar 5 hektar tidak jauh dari kota. Agar ijinnya mudah dan rumah duka segera bisa dibangun maka mereka melakukan lobi langsung naik ke pemerintah daerah tanpa lebih dulu meminta ijin kepada masyarakat sekitar. Akhirnya ijin keluar, rumah duka mulai dibangun. Nah, pada saat akan rumah duka akan dipakai maka masyarakat sekitar menyegel rumah duka yang begitu luas dan besar itu. Cara yang instan bukan menyelesaikan masalah malah menambah masalah.
Oleh karena tuntuntan ekonomi seseorang berani melakukan pencurian, entah susu bayi, baju, uang, sepeda motor, atau sebagainya. Mereka menganggap itu cara cepat menyelesaikan masalah, tapi saat apa yang dilakukannya ketahuan dan harus berurusan dengan polisi, masalah bukan selesai tapi malah bertambah.
Beberapa kali kita mendengar berita satu keluarga tewas karena meminum racun serangka. Setelah diselidiki lagi-lagi karena himpitan ekonomi. Anak-anak yang memiliki masa depan dan memiliki potensi untuk mengubah masa depan lebih baik harus dikorbankan. Bukankah ini adalah cara instan yang begitu mengerikan namun benar terjadi.
Kebetulan di sini juga ada remaja dan pemuda, saya jadi ingat pada saat saya kelas 3 SMP. Waktu itu karena galau seorang teman saya meminum baygon karena diputus pacarnya. Untung ketahuan orang tuanya dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Cara instan yang dipakai untuk menghadapi masalah namun dapat berujung pada maut.
Rasul Paulus memberikan teladan kepada kita untuk menghadapi berbagai masalah dengan penuh kesabaran. Bersabarlah, percayalah bahwa Tuhan akan menolong. Dia akan menunjukkan pertolonganNya, membimbing kita dalam menghadapi masalah itu.
>>>>>Mari kita saksikan video berikut ini…
Salib yang kita pikul bukan untuk dipotong agar lebih ringan, salib berat itulah yang akan membawa kita untuk mampu melewati titik-titik terberat dalam hidup kita.
3. Para Murid Yesus: Masalah bukan untuk ditakuti tetapi dihadapi dengan iman.
Danau Galilea terkenal dengan cuaca yang sering berubah-ubah dan angin topan yang dahsyat. Rombongan para murid pun mengalami sendiri bagaimana cuaca tiba-tiba berubah dan angin topan menggoncang-goncangkan kapal. Saat itu Yesus sedang tidur di buritan (belakang perahu). Mereka begitu ketakutan, bahkan mereka berpikir bahwa Yesus tidak peduli dengan keselamatan mereka dengan mengatakan “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?” (Markus 4:38). Lalu, “Ia pun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Lalu Ia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” (Markus 4:39-40). Ketakutan telah melumpuhkan iman para murid.
Para murid sudah memutuskan mengikut Yesus, namun mereka masih tidak percaya akan kuasaNya. Mereka bersedia mengikut Yesus namun meragukan penyertaanNya. Mereka berpikir Yesus tidak peduli jika mereka sampai binasa. Jika kita renungkan sejenak, apakah kita seperti para murid ini? Jikalau badai itu adalah pergumulan hidup kita yang mengancam jiwa kita, apakah kita akan meragukan penyertaan Tuhan? Dan bertanya, “Tuhan mengapa Engkau tidak peduli kepadaku? Tuhan ada dimana? Kenapa Tuhan diam saja?”
Mungkin, Tuhan saat ini sedang tidur di buritan kapal. Namun, itu bukan berarti Tuhan tidak peduli kepada kita. Dia ingin kita percaya, Dia ingin kita memiliki iman yang jauh lebih besar dari rasa takut karena pergumulan itu. Dan pada saat yang tepat Tuhan akan menunjukkan kuasaNya kepada kita.
Pdt Daniel Listidjabudi, dosen saya di Fakultas Teologi UKDW beberapa saat lalu menulis status di facebooknya dan direspon oleh banyak mahasiswa dan rekan pendeta:
Mana yang menurut Anda lebih mendalam dari kedua rumusan doa ini:
a. Tuhan, peganglah tanganku selalu…..topanglah agar aku tak jatuh.
b. Tuhan, lepaskanlah tanganku, biar aku belajar menjadi dewasa lewat jatuh bangunku,…hanya amatilah aku dan tegakkan aku jika aku terjatuh…
Jika saya bertanya pada bapak ibu saudara apa jawabnya? Tidak ada jawaban benar atau salah, A atau B adalah bagaimana kita menghayati penyertaan Tuhan dalam hidup kita.
Namun kalau saya pribadi harus memilih maka saya lebih memilih jawaban B. Dan kalau melihat kisah Injil yang kita baca hari ini maka teks ini mendukung argument jawaban B Tuhan, lepaskanlah tanganku, biar aku belajar menjadi dewasa lewat jatuh bangunku,…hanya amatilah aku dan tegakkan aku jika aku terjatuh…
Saat kita melatih balita berjalan kita dengan hati-hati mencoba melepaskan pegangan tangannya. Melihat dia mulai bisa berjalan sendiri, kita begitu bahagia. Lalu tiba-tiba brukkkkk…. Adik kecil itu terjatuh. Maka apa yang akan kita lakukan? Tentu kita akan segera mengangkatnya dan memujinya karena sudah bisa berjalan. Kasih sayang Tuhan, lebih dari kasih seorang ibu. Kasih sayang Tuhan lebih dari kasih seorang bapa. Tuhan seakan jauh, tak terlihat, seakan kita tidak merasakan kuasaNya, tetapi sebenarnya dia dekat dengan kita. Hanya masalah telah menjauhkan kita dari Tuhan. Tenanglah, Tuhan tetap menyertai kita.
Penutup
Setiap manusia memiliki masalah, termasuk orang-orang yang beriman. Tak menutup kemungkinan, bahwa semakin besar iman seseorang maka semakin besar masalah yang harus dia hadapi. Tetapi apapun masalah itu firman Tuhan dalam 1 Korintus 10:13 mengatakan, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” Oleh sebab itu semakin besar masalah yang dihadapi, maka iman seseorang juga akan semakin bertumbuh.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Mengapa Kristus Meruntuhkan Tembok Pemisah?

2 Samuel 7:1-14; Mazmur 89:21-38; Efesus 2:11-22; Markus 6:30-34

Pendahuluan
Pertama-tama saya ingin bertanya adakah diantara bapak ibu saudara yang baru pertama kali hadir di kebaktian GKI Kedoya? Atau adakah diantara bapak ibu yang hadir di kebaktian ini dalam rangka berlebaran bersama dengan keluarga? Jika ada saya atas nama MJ GKI Kedoya mengucapkan selamat datang kepada bapak ibu saudara semua.
Tema kebaktian kita pada hari Minggu ini adalah “Mengapa Kristus Meruntuhkan Tembok Pemisah?” Tema ini sangat kontekstual dengan kondisi bangsa Indonesia dimana penduduknya beraneka ragam, mulai dari agama, kepercayaan, suku, budaya, dan adat-istiadatnya.
Keberagaman ini bisa menjadi kesempatan, namun juga dapat menjadi ancaman. Ketika sekelompok masyarakat telah menjadi kelompok yang eksklusif dan memandang kelompok yang berberbeda dengan mereka sebagai ancaman, maka secara tidak sadar mereka telah membangun tembok pemisah. Sebuah tembok kasat mata, tebal dan tinggi yang dijadikan tameng kenyamanan kelompok tersebut.
Mengapa pemilik rumah membangun pagar rumah dengan ditembok, tinggi, di ujungnya diberi pecahan kaca, masih ditambah dengan kawat berduri? Supaya aman. Apakah sebelumnya yang punya rumah pernah mengalami pencurian? Belum tentu. Tapi bagi yang empunya rumah, pagar tebok yang tinggi dan susah dipanjat akan memperkecil resiko pencurian. Akses masuk ke rumah pun juga terbatas. Jadi rumah setidaknya lebih aman.
Dalam hubungan sosial masyarakat tembok pemisah yang kasad mata antar kelompok bisa saja membuat mereka merasa nyaman, namun hal itu juga dapat memicu perpecahan atau pun pertikaian. Jika kita mengikuti berita akhir-akhir ini, sedih rasanya mendengar berita kerusuhan di Karubagai, Tolikara, Wamena Papua. Jadi kira-kira ada tembok pemisah seperti apakah yang sampai memicu peristiwa ini.
Isi
Dalam pelayanan Rasul Paulus di jemaat, dia pernah mendampingi dua kelompok pengikut Kristus yang dipisahkan oleh tembok pemisah. Kasus itu dia temui salah satunya di dalam jemaat Efesus.
Kota Efesus adalah daerah perdagangan dan penduduknya mayoritas orang Yunani. Kota yang menjadi pusat kebudayaan Yunani kuno pada saat itu. Oleh sebab itu Jemaat Efesus terdiri dari orang-orang Yunani atau non-Yahudi.
Hal ini kemudian menjadi masalah karena orang Kristen Yahudi pada saat itu masih memegang kepercayaan:
• Bahwa bangsa Israel adalah umat pilihan Allah.
• Di luar Israel tidak ada keselamatan (eksklusif).
• Sunat oleh orang Yahudi adalah tanda keselamatan dan mendapatkan berkat.
• Tidak bersunat maka tidak masuk dalam kewarganegaraan Israel.
• Tidak bersunat berarti tanpa pengharapan, tanpa keselamatan, tanpa Allah.
• Orang non-Yahuni mendapatkan stigma ‘kafir’ atau orang yang pantas masuk neraka.
Orang Kristen Yahudi pada saat itu masih mementingkan diri sendiri dan kelompoknya. Mereka juga begitu ketat menjaga silsilahnya supaya tidak tercemar sedikitpun (tidak ada kawin campur dengan non-Yahuni). Akibatnya orang Kristen Yahudi seringkali meremehkan orang Kristen non-Yahudi. Tentu saja hal ini menjadi pergumulan bagi orang-orang Kristen non-Yahudi pada saat itu. Jemaat Kristen non-Yahudi menjadi bimbang akan iman mereka. Apakah benar mereka turut mendapatkan anugrah keselamatan?
Rasul Paulus yang saat itu berada dalam penjara memahami keraguan yang dirasakan oleh orang-orang Kristen non-Yahudi ini. Bagi Rasul Paulus, kehadiran Tuhan Yesus dan karyaNya di dunia telah meniadakan batas yang terbagun karena dosa manusia. Efesus 2:14 mengatakan, “Karena Dialah damai sejahtera kita, yang telah mempersatukan kedua pihak dan yang telah merubuhkan tembok pemisah, yaitu perseteruan,..”
Alkitab terbitan LAI versi Bahasa Indonesia Sehari-hari lebih jelas mengatakan, “Sebab Kristus sendiri adalah pendamai kita. Ia mempersatukan orang-orang Yahudi dan orang-orang bukan Yahudi menjadi satu bangsa. Tembok pemisah antara mereka, yakni permusuhan, sudah dihancurkan oleh Kristus dengan mengurbankan diri-Nya sendiri.”
Tidak adalagi tempok pemisah antara orang Kristen Yahudi dan orang Kristen non-Yahudi, semua menjadi satu di dalam Kristus. Rasul Paulus kembali mengatakan “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah,…” (Efesus 2:19). Di dalam Kristus tidak ada lagi perbedaan kulit, suku, maupun golongan. Semua menjadi satu yaitu Keluarga Allah. Setiap orang, siapa pun itu berhak mendapatkan anugrah keselamatan.
Termasuk kita, kita bukanlah keturunan orang Yahudi. Kita Kristen non-Yahudi. Tetapi syukur pada Tuhan, sudah tidak ada tembok pemisah itu. Kita semua adalah bagian dari anggota keluarga Allah.
Pertanyaannya adalah bagaimana sikap kita dengan adanya berbagai macam aliran gereja? Ada karismatik, injili, reformed, meanstrim, ortodoks, dll. Bagaimanakah cara kita memandang mereka yang berbeda dengan kita? Apakah kita memandang mereka sebagai saingan? ataukah memandang mereka sebagai sesama saudara seiman?
Berbeda aliran tentu saja berbeda ajaran. Tetapi perbedaan ini tidak bisa menjadi alasan untuk kita menjelek-jelekan gereja yang berbeda dengan kita. Mengkritisi ajaran mereka boleh-boleh saja, namun hal itu juga bukan alasan untuk menjelek-jelekan gereja yang lain.
Sedih rasanya jika ada kasus “rebutan domba”, mengapa harus diperebutkan jika seorang jemaat bisa bertumbuh di suatu gereja? Sikap hidupnya baik, makin bertumbuh di dalam Tuhan. Biarlah dia bertumbuh di gereja itu. Sedih rasanya mendengar gereja memakai permainan politik untuk menyingkirkan gereja lain, atau mengganggap gereja lain sebagai saingan atau musuh. Bukan itu yang dikehendaki Tuhan. Dari mulanya Tuhan tahu, kelak pengikutnya akan beragam, untuk itulah melalui Rasul Paulus firman Tuhan mengatakan tentang satu tubuh banyak anggota. Kita satu keluarga di dalam Kristus.
Regression-1024x768
Tembok pemisah itu dihancurkanNya supaya hubungan manusia dengan sang Pencipta dipulihkan, dan hubungan manusia dengan sesamanya juga dipulihkan.
Itu berarti bahwa Tuhan membuka kesempatan selebar-lebarnya bagi semua manusia, tanpa kecuali. Termasuk kepada orang yang kita anggap paling berdosa pun Tuhan tetap memberikan anugrah keselamatan ketika dia percaya dan bertobat.
Pernah bertemu dengan orang yang kita anggap dia begitu jahat sama kita? Bertemu dengan orang yang sering kali membuat kita marah dan jengkel? Sampai kita mencap dia sebagai pribadi yang tidak bisa berubah atau pribadi yang susah untuk berubah. Itu berarti kita sudah membangun tembok pemisah antara kita dan orang tersebut.
Tuhan Yesus saat berada di dunia tidak pernah membatasi diriNya dengan manusia yang berdosa. Bahkan manusia yang dianggap sampah masyarakat. Yesus memanggil para murid bukan dari orang-orang kudus, bukan para ahli Taurat, melainkan para nelayan yang dikenal kasar, bahkan pemungut cukai yang dianggap koruptor dan pengkhianat bangsa sendiri.
Yesus membela seorang perempuan yang berzinah, mengampuninya dan memberikan kesempatan untuk bertobat. Yesus makan bersama dengan orang-orang berdosa dan juga Zakheus pemungut cukai yang terkenal itu. Yesus membiarkan kakinya diurapi dengan minyak oleh perempuan berdosa. Sama sekali tak ada tembok pembatas dalam diri Yesus, yang ada hanyalah cinta kasih. Jika Yesus masih melayani di dunia saat ini, pasti dia juga akan makan bersama dengan kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) yang disingkirkan oleh masyarakat. Dia akan makan bersama dengan pengguna narkoba, orang yang mengidap HIV, untuk mendampingi dan menjadi sahabat bagi mereka. Membimbing dan menolong mereka untuk menemukan kasih Tuhan.
Hal itu juga tercermin dari perikop yang kita baca hari ini. Begitu sibuknya Yesus dan para murid melayani orang banyak yang datang kepadaNya, sampai-sampai tidak sempat makan. Yesus mengajak para murid untuk mencari tempat yang sepi agar mereka bisa beristirahat. Namun bukan tempat sepi yang mereka dapatkan, melainkan tempat yang penuh dengan orang banyak yang rindu mendengarkan ajaranNya. Maka tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, Yesus melihat mereka seperti domba yang tidak memiliki gembala. Lalu Yesus mengajarkan hal banyak hal kepada mereka.
Yesus yang hadir sebagai pribadi yang ramah, sederhana, namun berkuasa. Hal itu membuat banyak orang tertarik padanya. Saat orang-orang datang kepadaNya, sama sekali Dia tidak membeda-bedakan latar belakang mereka. Semua sama di hadapanNya.
Penutup
Kini panggilan kita adalah menjadi pendamai bagi sesama. Menjadi alat Tuhan memperjumpakan sesama dengan Kristus.

Refleksi:
Saya ingin mengajak kita semua untuk memeriksa hati kita. Mari kita bersama menutup mata kita, dan menundukkan kepada di hadapan Tuhan.
Saudaraku, apakah saat ini kita masih memiliki tembok pemisah di dalam hidup kita? Tembok yang memisahkan kita dengan orang-orang yang kita cintai. Tembok yang memisahkan kita dengan papa mama kita? Tembok yang memisahkan kita dengan anak-anak kita? Tembok yang telah memisahkan kita dengan saudara-saudara kita? Keluarga besar kita? Tembok yang saat ini masih memisahkan kita dengan rekan kerja kita? Rekan sepelayanan kita? Adakah tembok yang memisahkan kita dengan orang-orang yang seharusnya mereka cintai?…
Apakah tembok itu berbentuk rasa bersalah? Apakah tembok itu berbentuk kebencian? Atau dendam karena seseorang telah menyakiti hati kita, seseorang telah merusak hidup kita. Apakah tembok itu berupa rasa susah untuk memaafkan? Apakah tembok itu adalah rasa iri hati kepada saudara-saudara kita? Keluarga kita? Atau kepada teman-teman kita. Apakah tembok itu berupa rasa gengsi? Atau apakah tembok itu adalah uang yang selama ini kita cari? Uang yang telah memisahkan kita dengan Tuhan, keluarga dan sesama kita? Atau waktu? Waktu telah menjadi tembok pemisah antara kita dengan orang-orang yang telah kita cintai? Atau jangan-jangan berbentuk dosa yang selama ini kita sembunyikan dari orang-orang terdekat kita?
Saudaraku, saat ini mintalah Kristus masuk ke dalam hati kita. Percayalah kepadaNya bahwa Kristus mampu untuk meruntuhkan tembok-tembok pemisah itu. Percayalah bahwa Kristus mampu untuk memulihkan hidup kita. Kristus yang sama yang telah mengorbankan diriNya, akan menolong kita menghancurkan tembok yang selama ini memisahkan kita dengan Tuhan dan sesama kita.
Saat teduh bagi kita,…

Posted in Uncategorized | Leave a comment

IMAN, OBAT ANTI TAWAR HATI

worshipperbackground
1 Samuel 8:4-20; Mazmur 138; 2 Korintus 4:13-5-1; Markus 3:20-35

Pembuka
Dalam kebaktian atau persekutuan di beberapa gereja seringkali liturgos/pemimpin pujian bertanya kepada jemaat, “Apa kabarnya Saudara-Saudara?” Jawabnya, “Luar biasa!”. Lalu lanjut bertanya, “Ada sukacita di sini? Amin?” Jawabnya, “Amin”. Saya tidak tahu apakah di GKI Kosambi Timur sering menyapa seperti itu, jika iya kebetulan saja.
Ketika seseorang menjawab luar biasa dan amin ada sukacita, apakah itu berarti dia sama sekali tidak punya masalah? Hidupnya menyenangkan dan penuh sukacita senantiasa setiap detik setiap waktu? Ya beberapa memang merasakan hidup yang menyenangkan dan penuh sukacita saat itu. Tetapi apakah semua merasakan hal yang sama?
Saya kira ada juga orang-orang yang saat itu hidupnya sangat luar biasa menyedihkan, penuh dengan lika-liku pergumulan. Dan pada saat itu dia mendambakan sukacita yang selama sekian waktu tidak dia dapati. Jadi ketika dia menjawab luar biasa dan amin ada sukacita, bukanlah kondisi saat itu tetapi kerinduannya di saat itu. Dan saya percaya bapak, ibu, saudara yang datang beribadah di tempat ini tidak semuanya tanpa masalah. Ada yang hidup tanpa masalah? Jika kita punya masalah berarti kita masih hidup. Selama kita masih hidup masalah akan tetap ada, itu normal, itu manusiawi.
Tema kita dalam Kebaktian Minggu hari ini adalah, “Iman, Obat Tawar Hati”. Tawar hati itu apa sih? Tawar hati maksudnya putus asa, kehilangan keyakinan.
Beberapa waktu lalu saya mendampingi seorang pemuda yang berjuang mendapatkan pekerjaan. Sekitar 4 bulan dia mencari pekerjaan dan belum ada yang memanggil. Dia mulai usaha sablon, pesanan muncul di saat awal, tapi berikutnya sepi pembeli. Dia mulai stress, dia mengatakan rasanya mau menyerah. Bahkan keluarganya sendiri sudah angkat tangan. Tapi saya katakan, terus berusaha, terus berjuang, terus kirim lamaran ke perusahaan-perusaan. Di sini saya memahami, bagaimana sulitnya mencari pekerjaan di Jakarta. Puji Tuhan, pada pertengahan bulan ke-5 ada perusahan yang memanggilnya untuk wawancara dan dia mulai bekerja awal bulan Juni ini.
Bapak, ibu, masalah yang tidak kunjung selesai terkadang dapat membuat kita putus asa. Satu masalah pergi datang lagi berikutnya. Satu belum selesai masalah datang lagi. Seakan masalah itu menyerang kita secara bertubi-tubi. Saya pernah merasakannya, tetapi semua itu telah lewat menjadi “kemarin”. Tanpa Yesus saya tidak akan pernah sanggup untuk menanggung dan melawati semua pergumulan saya.

Isi
Rasul Paulus, seorang Rasul Tuhan Yesus pun sama sekali tidak lepas dari masalah. Malah dalam kisahnya, semenjak dia menjadi pengikut Kristus masalah senantiasa hadir bersama dengan pelayanannya. Bahkan karena begitu banyaknya masalah yang dia hadapi, Rasul Paulus menyebutnya penderitaan.
Kalau kita membaca kisah pelayanan Rasul Paulus dalam Perjanjian Baru, kita bisa melihat bahwa:
•Dalam setiap pelayanannya dia selalu ditentang dan dimusuhi pemuka agama Yahudi.
•Sebagai orang Romawi dia pernah mengalami ketidakadilan oleh penegak hukumnya.
•Dia pernah sekali didera (dipukul dengan rotan/cemeti) serdadu Romawi dan lima kali disesah (dipukuli) orang Yahudi.
•Dia mendapatkan terror dan fitnah dari orang-orang yang menentangnya.
•Dia didemo massa yang tidak menyukainya.
•Rasul Paulus sering dipenjarakan, bahkan sampai menjelang akhir hidupnya.
•Dalam pelayanannya dia mengalami 3 kali kapal yang ditumpanginya karam.
•Merasakan terkatung-katung di lautan.
•Merasakan bagaimana kelaparan dan kedinginan.
•Pernah digigit ular dalam perjalanan pelayananNya.
•Melawan binatang buas di Efesus.
•Menghadapi banjir dalam rangkaian perjalanan pelayanannya.
•Menghadapi penjahat jalanan, dst.
Bagaimana komentar bapak ibu saudara? Berat nggak penderitaan Rasul Paulus?
Tetapi yang menarik adalah bahwa Paulus tidak tawar hati dan melihat semuanya itu bukan sebagai penderitaan yang berat, melainkan PENDERITAAN YANG RINGAN. Mari kita baca 2 Korintus 4:16-17 Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.
Dia mengatakan sekalipun manusia lahiriah kami semakin merosot, banyak beban, banyak pikiran sampai kurus, tetapi manusia batiniah kami dibaharui dari hari kesehari, batinnya senantiasa dibaharui setiap hari. Mendapatkan kekuatan yang baru setiap hari sehingga dia sanggup melewati penderitaan itu.
Paulus melihat semua penderitaan yang dialami adalah sebuah penderitaan yang sementara. Sementara ini Tuhan ijinkan terjadi pada diriNya, oleh karena Tuhan punya rencana dalam hidupnya dan dalam kehidupan banyak orang. Kita kini bisa melihat bahwa apa yang dialami oleh Rasul Paulus adalah pengalaman iman yang indah bersama dengan Tuhan.
Dulu ketika Rasul Paulus menghadapi semua penderitaan itu mengerikan, menakutkan, iya benar, itu manusiawi. Tetapi secara rohani dia dikuatkan untuk menanggung itu semua. Bagi Rasul Paulus jika demi banyaknya yang menjadi percaya dia harus melalui penderitaan itu, dia mau. Hal itu berarti semakin besar dia melihat kasih karunia yang Tuhan limpahkan dalam hidupnya dan dalam hidup banyak orang.
Jadi berbahagialah kita, jika saat ini kita sedang mendapatkan banyak pergumulan hidup, bahkan bertubi-tubi. Itu berati Allah mengijinkan kita, melihat karyaNya yang besar di dalam hidup kita.
Yesus yang pada saat hidup di dunia juga menghadapi pergumulan, apalagi Rasul Paulus. Bahkan pada saat Yesus lahir di dunia saja nyawaNya hampir terancam karena mau dibunuh oleh Herodes. Apalagi saat Yesus melakukan pelayanannya, pergumulan hidup itu seperti rel kereta api berjajar bersebelahan.
Dalam Injil Markus yang kita baca hari ini memperlihatkan dengan jelas bahwa orang-orang Yahudi menentang dan mencoba menjatuhkan Yesus. Dan kita juga membaca bahwa keluarganya pun mau mengajakNya pulang. Sebab Yesus sudah dianggap tidak waras oleh keluarganya. Kenapa mereka menganggap Yesus tidak waras?
•Karena Yesus meninggalkan pekerjaan sebagai pengrajin kayu yang beromset besar saat itu.
•Malah memilih mengembara sebagai pengkotbah, yang tidak jelas tidurnya dimana.
•Jadi pengkotbah pun Yesus berani menentang pemuka Yahudi yang dianggap memiliki kuasa saat itu.
•Dia punya murid juga kriteriannya tidak jelas, mulai dari nelayan, pemungut cukai, hingga dokter.
Hal inilah yang dipandang oleh keluarganya sebagai sesuatu yang tidak wajar. Tetapi Yesus tidak tawar hati sekalipun keluarga memandang dia tidak waras. Yesus tetap melakukan kehendak BapaNya demi karya keselamatan. Bagi Yesus keluarga adalah dia yang melakukan kehendak BapaNya. Markus 3:35 Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku. Sebuah pernyataan yang tegas bahwa kehendak Tuhan harus dilakukan sekalipun mengandung resiko.
Sekarang pertanyaannya adalah, “Apakah kita masih takut dengan penderitaan yang harus kita pikul hari ini?” Mari kita belajar dari Paulus yang dengan iman memandang penderitaan itu sebagai hal yang akan berakhir dan digantikan damai yang kekal. Juga dari Yesus yang memandang penderitaan sebagai hal yang harus terjadi supaya rencana Allah yang baik terjadi.
Saya berdiri di sini punya masa lalu yang berat, demikian juga bapak ibu, saudara sekalian, kita juga memiliki masa lalu yang berat. Mari kita sadari bersama bahwa itu masa lalu, itu sudah lewat dan ternyata kita bisa melaluinya. Dulu saat masalah itu datang, kita tertekan, kita berdoa sambil menangis. Kini kita bisa memandang masa sulit itu sudah berlalu, kita merasakan kelegaan, kita berdoa sambil mengucap syukur karena masalah itu telah lewat dan kini kita mengerti rencana Tuhan yang baik untuk kita.
Jika kita bisa melalui setiap pergumulan itu, maka saat ini pun demikian. Tuhan yang sama yang akan senantiasa memapukan kita melewati setiap masa sulit itu. Dia Yesus yang senantiasa membuka tangannya untuk menolong kita melewati masalah itu. Mungkin saat ini kita belum mengerti apa rencana Tuhan, mengapa Tuhan ijinkan pergumulan ini terjadi pada diri kita saat ini. Namun, seperti pengalaman sebelumnya, kita akhirnya akan melihat rencana Tuhan indah pada waktunya.
Saya ingin mengajak kita semua menyanyikan sebuah lagu yang membuat saya tenang saat menghadapi pergumulan: INDAH RENCANAMU TUHAN

INDAH RENCANAMU

Indah rencanaMu Tuhan, di dalam hidupku
Walau ‘ku tak tahu dan ‘ku tak mengerti semua jalanMu
Dulu ‘ku tak tahu Tuhan, berat kurasakan
Hati menderita dan ‘ku ‘tak berdaya menghadapi semua

Tapi ‘ku mengerti s’karang, Kau tolong padaku
Kini ‘ku melihat dan ‘ku merasakan indah recanaMu
Kini ‘ku melihat dan ‘ku merasakan indah recanaMu

Penutup
Bersama Yesus masalah itu tidak lenyap seketika, tetapi kita akan dimampukan untuk menghadapi setiap masalah itu. Dan percayalah bahwa Tuhan akan mengijinkan kita melihat cara-cara Tuhan yang ajaib yang tidak pernah kita pikirkan. Amin.

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KEKUATAN KASIH PARA SAHABAT ALLAH

Kis 10:44-48; Mzm 98; 1 Yohanes 5:1-6; Yohanes 15:9-17

Pembukaan
William Shakespeare pernah mengatakan: Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.
mawar11 Maksudnya, misalkan mawar ini saya ganti namanya menjadi ‘perkedel’ baunya tetap saja mawar, tidak akan berubah menjadi ‘perkedel’. Memang itu benar, tetapi nama bagi seseorang bukan hanya sekedar masalah penyebutan. Nama seseorang tentu punya makna, punya arti.
Tentu ketika orang tua memberikan nama kepada anaknya, ada makna dibalik nama yang diberikan, ada arti dibalik nama itu, bahkan nama menjadi doa dan harapan. Misalkan nama saya, Adi Netto Kristanto. ‘Adi’ artinya baik, ‘Netto’ artinya bersih, bersih kelakuannya, dan ‘Kristanto’ artinya taat dan setia kepada agama Kristen. Jadi arti nama saya adalah “Anak yang baik, bersih kelakuannya dan taat setia kepada agama Kristen”, pas udah besar punya cita-cita pengen jadi pendeta. Sekarang berdiri di sini sedang menjalani proses kependetaan. Nama punya makna, nama punya arti, nama adalah doa dan harapan, tidak sekedar identitas belaka.
Apakah Bapak, Ibu, Saudara mengetahui arti nama masing-masing? Sudah tahu! Apakah tahu arti nama teman kita? Di kanan dan kiri kita? Kalau belum tahu mari saya undang bapak ibu untuk mencari tahu dan memperkenalkan arti nama bapak ibu kepada teman-teman di sekitar tempat duduk kita. Kalau belum kenal sekalian kita kenalan, tukeran nomor handphone juga boleh…
Bagaimana Bapak, Ibu, Saudara? Sudah saling mengenal arti nama teman-teman kita? Nama seseorang bukan sekedar identitas belaka, ada makna di balik itu. Termasuk ketika kita disebut Kristen. Mengapa kita disebut Kristen? Pasti sebagian besar menyebut karena kita menjadi pengikut Kristus, percaya kepada Kristus.
Saat ini istilah “Kristen” telah kehilangan sebagian besar maknanya dan sering dipergunakan hanya untuk merujuk pada seseorang yang beragama Kristen, bukannya dipakai merujuk pada pengikut Yesus Kristus yang sudah betul-betul ter”lahir” kembali.

Kebanyakan mereka yang tidak-percaya-Yesus-Kristus menganggap bahwa orang Kristen itu adalah mereka yang pergi ke gereja, itu Kristen. Pada hal kita masuk ke bengkel juga tidak disebut mobil. Pakai kalung salib itu Kristen, kalau pakai kalung Mickey Mouse apa dia tikus? Kan tidak! Itu dari sisi orang yang belum mengenal Yesus Kristus.
Tahukah Saudara kapan pertama kali orang percaya disebut Kristen? Dikisahkan dalam Kisah Para Rasul 11:26, para pengikut Yesus Kristus pertama kali disebut “Kristen” di Antiokhia. Mereka dikenal karena perbuatan, keseharian dan kata-kata mereka seperti Kristus. Jadi dikenal bukan sekedar dari simbol-simbol yang melekat di tubuhnya apalagi KTP. Lalu jika kita saat ini hidup sebagai orang Kristen, seorang pengikut Kristus kita tentu bisa menyebutkan 1 kata yang bisa mewakili karakteristik Yesus Kristus? KASIH!
Isi
Dalam perikop minggu ini (masih dalam perayaan Minggu Paskah ke-6) kita membaca satu perikop dari Injil Yohanes yang berbicara tentang kasih. Kita perlu memperhatikan bahwa perikop ini merupakan lanjutan dari bancaan Injil minggu lalu yang berbicara tentang pokok anggur yang benar. Kisah ini diceritakan menjelang detik-detik penangkapan Yesus, yakni pada saat Perjamuan Terakhir. Jadi bukan setelah kebangkitan Yesus, sekalipun saat ini kita baca dalam rangka Paskah. Sehingga kita bisa membayangkan situasi yang terjadi pada saat itu. Saat-saat terakhir bagi Yesus dan murid-muridNya sebelum penyaliban.
Dalam peristiwa perjamuan terakhir yang digambarkan oleh Injil Yohanes sangat jelas terlihat bahwa Yesus memanfaatkan saat-saat terakhir itu untuk memberikan wejangan-wejangan agung tentang persekutuan para murid. Kita bisa membaca nuansa itu mulai dari Injil Yohanes pasal 13. Yesus benar-benar memanfaatkan moment terakhir itu untuk membekali para murid dengan nasihat-nasihat untuk hidup dalam persekutuan yang erat. Sebab kelak para murid akan menerima tantangan yang besar dalam mengabarkan Injil Kristus. Yesus mau menguatkan persekutuan para murid ini.
Pertama, Yesus menasihatkan para murid untuk hidup di dalam kasihNya.
Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; menunjukkan bagaimana kuasa kasih itu bersumber dari Bapa dan mengalir pada diri Yesus, kemudian Yesus mengalirkan kasih itu kepada para murid. Sehingga para murid pun satu kasih dalam BapaNya. Apa artinya ini? Dengan kuasa kasih maka tidak ada lagi sekat antara Bapa, Yesus Kristus dan manusia. Semua menyatu dalam kuasa kasih.
Dan apabila hal ini terjadi, maka ini menjadi kesukaan besar bukan saja bagi Bapa dan Yesus, melainkan juga bagi para muridNya. Untuk itulah Yesus memerintahkan Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Supaya apa? Supaya sukacita kuasa kasih itu dirasakan oleh persekutuan para murid Yesus. Bahkan, ketika kelak mereka menghadapi tantangan dalam memberitakan Injil mereka tidak merasa sendiri. Mereka bisa saling menguatkan, memperhatikan, menolong dan menghibur. Yesus mau kuasa kasih itu terus mengalir kepada orang orang lain, tidak berhenti pada diri para murid saja.
Kini, kitalah para murid Yesus yang menerima panggilan itu, untuk saling mengasihi. Inilah kita sebagai sebuah persekutuan umat Kristus yang dipanggil untuk saling mengasihi. Mengalirkan kasih Kristus yang sudah kita terima dan rasakan kepada yang lain. Kita bisa memulainya dari persekutuan ini. Memulai dengan hal-hal yang kecil misalkan saling memberikan perhatian. Memberikan perhatian bisa dilakukan di dalam gereja maupun di luar gereja. Di dalam gereja kita bisa saling menyapa sebelum memulai beribadah. Memberikan senyum kepada jemaat yang baru hadir, atau bahkan memberikan bangku kita bagi jemaat yang kebingungan mencari tempat duduk.
Saya kadang prihatin dengan sikap seseorang yang menjadikan gereja sebagai panggung pertunjukan. Seakan kita bisa booking tempat. Kalau sudah di situ, ya di situ terus. Tiap datang ke gereja tidak pernah pindah tempat duduk. Kalau ada jemaat yang lain yang sudah menduduki tempat yang biasanya diduduki, jengkel! Kalau perlu bilang, “Maaf, biasanya saya duduk di sini!” Kata pembukanya sih manis, “maaf” tapi kalimat selanjutnya “biasanya saya duduk di sini” bukan manis lagi tapi sadis. Kan orang bisa sakit hati dengan sikap kita. Konon, Mahatma Gandhi mengurungkan niatnya untuk dibaptis karena sewaktu masuk gereja ditolak sebab gereja itu khusus untuk orang kulit putih. Karena ketidakadilan yang dialaminya di gereja itu, dia mengurungkan niatnya untuk dibaptis.
Tahukah kita, bahwa saat kita datang ke gereja kita datang bukan karena kemauan kita sendiri? Kita datang ke gereja karena kita menanggapi panggilan Tuhan untuk beribadah. Tuhan yang mengundang kita untuk hadir dalam ibadah ini. Roh Kudus yang ada dalam hati kitalah yang mendorong kita untuk datang dalam ibadah ini. Kita mampu mendengarkan panggilan Tuhan untuk beribadah dan kita meresponnya. Orang lain yang hadir pun sama dengan dengan kita, sama-sama rindu untuk beribadah kepada Tuhan. Tuhanlah yang menguasai ibadah ini, bukan kita. Jadi dengan menyambut jemaat lain yang hadir dengan ramah pun adalah suatu bentuk perhatian.
Ternyata mengasihi pun bisa dilakukan dari hal yang sangat kecil ya, Bapak, Ibu, Saudara? Banyak cara lain yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan kasih itu dalam persekutuan, kita bisa mencari cara-cara baru untuk menyalurkan kasih kepada sesama dalam kondisi yang berbeda. Ketika kita menemukan cara-cara baru itu, itulah spiritualitas yang kreatif.
Kedua, Yesus mengajarkan bahwa pengorbanan adalah wujud nyata dari kasih.
Ketika Yesus mengatakan, “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya”. Saat itu para murid belum mengerti kalau nanti Yesus akan mati dengan cara disalibkan. Jadi saat mereka mendengar perkataan Yesus itu, mereka belum melihat Yesus yang terpaku di kayu salib sampai mati. Tetapi kini kita melihat bagaimana Yesus rela mati bagi sahabat-sahabatNya.
Kita melihat bukti kasih setia Tuhan yang paling agung, Dia mengorbankan diriNya sampai mati. Demi siapa? Demi sahabat-sahabatNya. Siapa sahabatNya? Pada awalnya para murid, tetapi kini kita adalah sahabat-sahabatNya jika kita melakukan perintahNya. “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu” (Yohanes 15:14). Apa perintah Yesus? “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu” (Yohanes 15:12).
Jadi, kasih itu memerlukan pengorbanan. Lalu apakah kita perlu mati bagi sahabat kita untuk membuktikan kasih kita kepada Tuhan? Ayat 13 menarik untuk kita simak bersama, mari kita lihat bahasa aslinya. Kata ‘nyawanya’ dalam bahasa aslinya adalah ‘puken autou’ berasal dari kata dasar ‘puke’ yang bisa berarti jiwa, nyawa, hidup, kehidupan, diri, atau kepentingan diri sendiri.
Alkitab Bahasa Indonesia Sehari-hari memilih kata hidup dalam menerjemahkannya: Orang yang paling mengasihi sahabat-sahabatnya adalah orang yang memberi hidupnya untuk mereka.
Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini juga sama: Orang yang paling mengasihi sahabat-sahabatnya adalah orang yang memberi hidupnya untuk mereka.
Jadi tidak ada kasih yang lebih besar dari kasih yang mengorbankan kehidupannya, kepentingannya, untuk sahabat-sahabatnya.
Bunda Teresa pernah mengatakan “Dunia tidak memerlukan orang-orang besar dengan tindakan besar. Namun dunia membuthkan orang-orang yang bersedia melakukan hal-hal kecil dengan cinta yang besar.” Dan firman Tuhan dalam 1 Yohanes 5:2 mengatakan, “Inilah tandanya, bahwa kita mengasihi anak-anak Allah, yaitu apabila kita mengasihi Allah serta melakukan perintah-perintah-Nya”. Kita tidak perlu menyebut diri kita mengasihi sesama, sebab orang bisa mengenal kita dari sikap hidup yang kita lakukan. Kasih kita kepada Allah akan terpancar dalam sikap hidup kita.
Point terakhir, Yesus menegaskan: Bukan kamu yang memilih Aku tetapi Akulah yang memilih kamu.
Ayat ini memperingatkan kita untuk tidak sombong, untuk tidak congkak dalam menjalani kehidupan. Siapakah yang memberikan hidup? Tuhan! Yang memberikan berkat? Juga Tuhan. Hidup mati kita ada di dalam tangan Tuhan.
Para murid bisa menjadi sahabat-sahabat Yesus, menjadi saksi karya keselamatan Allah dan dipakai Allah untuk melanjutkan karya keselamatan, oleh karena siapa? Yesus. Yesus yang memilih mereka. Tidak semua dari mereka adalah orang-orang pandai dan berpendidikan. Tidak semua dari mereka adalah orang terpandang secara finansial. Malah sebagian besar dari mereka adalah nelayan, masyarakat pinggiran. Bahkan ada juga mantan pemungut cukai alias mantan koruptor kalau dibahasakan saat ini.
Orang-orang yang diremehkan di masyarakat inilah yang malah dipilih Yesus. Mereka menjadi sahabat bagi Yesus, karena mereka mampu untuk saling mengasihi. Mereka mau melakukan amanat yang Tuhan ajarkan. Kita bisa melihat kesatuan mereka saat Yesus telah wafat, saat beberapa perempuan pergi ke kubur Yesus, saat Yesus tiba-tiba hadir di tengah mereka, saat Yesus naik ke Surga, dan saat hari Pentakosta. Mereka satu, mereka saling mengasihi satu dengan yang lain, oleh karena merekalah kita mendengar Injil. Oleh karena merekalah Alkitab menjadi penuntun kehidupan kita.
Kita ada sekarang ini oleh karena Yesus memilih kita. Karena Yesus tahu kalau kita mampu untuk mengasihi satu dengan yang lainnya. Jika kita tidak mampu, tentu Yesus tidak akan memberikan perintah yang tidak bisa dilakukan manusia. Tetapi karena Yesus tahu, kalau kita mampu untuk mengasihi maka Dia memberikan perintah supaya kita saling mengasihi.
Penutup
Jika kita saat ini merasa susah untuk mengasihi, susah untuk berkorban, susah untuk mengampuni, susah untuk berbagi, maka lihatlah kesederhanaan para murid Yesus. Ketika Tuhan memilih kita seperti kondisi kita saat ini, Tuhan punya maksud bagi hidup kita. Tuhan mau kasih itu disalurkan kepada yang lain, bukan hanya berhenti pada diri kita sendiri. Mulailah dari persekutuan jemaat ini, dan lihatlah kasih yang tulus akan mengalir keluar dan dirasakan orang-orang yang ada di sekitar kita. Jika di gereja bisa mengasihi tapi di luar beda sikapnya? Kasihnya perlu dipertanyakan. Jangan-jangan ada udang dibalik bakwan.
Jangan biarkan kasih hanya sedekar menjadi identitas pengikut Kristus melainkan menjadi karakter pengikut Kristus. Amin.

Posted in Uncategorized | Leave a comment